Rabu 02 Nov 2022 14:15 WIB

Soal Gangguan Ginjal Akut, BPOM: Kami Melihat Ini Sebagai Kejahatan Obat

BPOM mengeklaim pengawasan telah dilakukan secara ketat dan komprehensif.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Kepala Badan POM Penny K. Lukito bersiap memberikan keterangan pers Informasi Kelima Hasil Pengawasan BPOM terkait Sirup Obat yang tidak Menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol dan/atau Gliserin/Gliserol di Kantor BPOM, Jakarta, Ahad (23/10/2022). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengukapkan ada 133 obat sirup dan drop yang tidak menggunakan 4 bahan pelarut seperti Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol dan/atau Gliserin/Gliserol sehinggga aman sepanjang digunakan sesuai aturan pakai. Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika.
Kepala Badan POM Penny K. Lukito bersiap memberikan keterangan pers Informasi Kelima Hasil Pengawasan BPOM terkait Sirup Obat yang tidak Menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol dan/atau Gliserin/Gliserol di Kantor BPOM, Jakarta, Ahad (23/10/2022). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengukapkan ada 133 obat sirup dan drop yang tidak menggunakan 4 bahan pelarut seperti Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol dan/atau Gliserin/Gliserol sehinggga aman sepanjang digunakan sesuai aturan pakai. Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito menegaskan, pihaknya akan terus menggali masalah dari penyebab kasus gangguan ginjal akut kepada anak. Termasuk bila adanya kausalitas atau kaitan antara obat dan kematian.

"Bila memang ada kausalitas nanti terbukti adanya kaitan antara obat dan juga kejadian kematian, ini adalah suatu bentuk kejahatan obat. Kami masih melihat ini, kami melihat ini adalah sebagai kejahatan obat," ujar Penny dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Rabu (2/11/2022).

Baca Juga

"Jadi artinya adalah kejahatan kemanusiaan, apalagi dengan adanya kematian anak-anak," sambungnya menegaskan.

BPOM, jelas Penny, memiliki tugas dalam pengawasan peredaran obat dan makanan di Indonesia. Termasuk dalam tugasnya untuk memastikan bahwa gangguan ginjal akut dan kematian akibatnya tak kembali terjadi.

"Tugas kami agar ini tidak terjadi kembali dengan memastikan bahwa gap-gap yang ada, sehingga dimanfaatkan oleh penjahat ini bisa kita perbaiki. Sehingga sistem jaminan keamanan mutu obat ini bisa menjamin ke depan tidak terulang kembali," ujar Penny.

Sebelumnya, ia mengeklaim pengawasan yang selama ini berjalan telah dilakukan secara ketat dan komprehensif. Baik pada sektor pre-market dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia.

Sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pada produk obat yang diminum. Sebab, cemaran EG/DEG pada obat dimungkinkan ada dalam batas tertentu, berasal dari pelarut Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol dan Gliserin/Gliserol.

Diduga, cemaran itu mengakibatkan gagal ginjal pada anak-anak. “Sebagaimana diketahui bahwa ketika fasilitas produksi dari industri farmasi telah mendapatkan sertifikat CPOB dari BPOM maka berdasarkan persyaratan yang berlaku, industri farmasi seharusnya melakukan inspeksi terhadap seluruh proses dan bahan yang dipergunakan dalam proses produksi termasuk sumber bahan baku," ujar Penny.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement