REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) mengatur harga acuan pembelian kedelai lokal di tingkat petani sebesar Rp 10.775 per kilogram (kg). Harga acuan tersebut nantinya akan digunakan oleh Bulog dalam menyerap produksi lokal yang akan dijadikan sebagai cadangan pangan pemerintah.
Selain itu, NFA juga mengatur harga acuan penjualan kedelai lokal di tingkat konsumen sebesar Rp 12 ribu per kg. Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, mengatakan, besaran harga tersebut berdasarkan dari usulan perubahan harga acuan komoditas kedelai tahun 2022.
"Supaya jika nanti harga kedelai impor di bawahnya, petani tetap mendapatkan keuntungan," kata Arief kepada Republika.co.id, Rabu (2/11/2022).
Seperti diketahui, sebagian besar kebutuhan kedelai nasional masih dipasok dari importasi. Selain itu harga kedelai impor juga jauh lebih murah di bawah Rp 10 ribu per kg. Namun saat ini akibat tren peningkatan harga pangan dunia, harga kedelai impor saat ini mencapai Rp 14 ribu di tingkat konsumen.
Arief pun menjelaskan, arah kebijakan kedelai nasional nantinya akan menerapkan sistem closed loop wajib serap kedelai lokal. Kewajiban penyerapan kedelai lokal agar terdapat penguatan di sisi hulu melalui peningkatan produksi dalam negeri.
Sebab kata Arief, produksi kedelai lokal dapat ditingkatkan apabila terdapat kepastian harga jual dan harga beli. Kepastian itu diberikan pemerintah melalui sistem closed loop kedelai.
"(Sekarang) masih tergantung impor, kita sesuaikan (harganya) jika produksi sudah mulai berjalan signifikan," ujarnya.
Adapun, dalam pelaksanaan skema wajib serap kedelai lokal tersebut, NFA akan melibatkan sejumlah kementerian/lembanga. Di antaranya Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian BUMN untuk penanganan aspek hulu, serta Kemenkop UKM dan Kementerian Perindustrian dari aspek hilir atau peningkatan usaha koperasi tahu dan tempe.
Berdasarkan data BPS, Kementan, dan Kemendag yang diolah NFA, produksi kedelai nasional pada tahun 2021 sebesar 240.000 ton dengan presentase daerah penghasil kedelai paling tinggi adalah Jawa Timur sebesar 31,29 persen. Selanjutnya disusul Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-masing 15,44 persen dan 11,94 persen.
Sedangkan perkiraan stok kedelai nasional sampai dengan akhir 2022 berada di posisi surplus 250.000 ton. Namun, surplus tersebut diperoleh setelah melalui realisasi importasi kedelai. Sebagai catatan, rata-rata kebutuhan kedelai nasional per tahun sebesar 3 juta ton khusus untuk produksi tahu dan tempe.
Arief menambahkan, sementara menunggu produksi kedelai lokal dibenahi oleh Kementerian Pertanian, Bulog nantinya akan melakukan pengadaan kedelai impor jika produksi dalam negeri tidak mencukupi.
Kedelai yang diserap baik lokal maupun impor akan disimpan dan menjadi cadangan pangan pemeirintah untuk dijadikan instrumen pengendalian stok dan harga sepanjang tahun.
Ketua Umum Gakoptindo Aip Syaifuddin menyatakan, siap mendukung dan berkolaborasi dengan NFA membangun CPP komoditas kedelai. Asosiasi dan para pelaku usaha tahu-tempe, menurutnya pun berharap banyak terhadap penguatan tata kelola kedelai nasional. Terutama setelah pemerintah mengesahkan Perpres Nomor 125 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, dalam kesempatan berbeda menuturkan masih terus mengupayakan peningkatan produksi. Syahrul menyatakan, tahun 2023 Kementan menargetkan produksi kedelai yang didanai oleh APBN setidaknya bisa mencapai sebesar 590 ribu ton.