Rabu 02 Nov 2022 19:15 WIB

Menag Promosikan Pancasila di Depan Tokoh Agama Dunia

Gus Yaqut mempromosikan Pancasila di depan ratusan tokoh agama dunia.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Sekretaris Jenderal Rabithah
Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Sekretaris Jenderal Rabithah

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut mempromosikan Pancasila di depan ratusan tokoh agama dunia yang hadir dalam acara Religion of Twenty (R20) yang digelar di Bali. Forum agama G20 ini digelar pertama kali oleh PBNU bersama Rabithah Alam Islami atau Liga Muslim Dunia. 

Dalam sidang paripurna R20, Gus Yaqut mengungkapkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang tumbuh oleh tempaan sejarah, melintasi prahara demi prahara. Mulai dari sejarah kolonialisme, pergolakan politik, otoritarianisme Orde Baru dan kini demokrasi. Menurut di, demokrasi telah memberikan Indonesia jalan terbaik bagi rakyat untuk mempertahankan hak-hak dan kewajiban konstitusionalnya.

Baca Juga

"Lebih dari itu, Indonesia juga adalah negara Pancasila," ujar Gus Yaqut di Grand Hyatt, Kawasan Wisata Nusa Dua Bali, Kabupten Badung, Rabu (2/11/2022).

"Sejarah Pancasila adalah sejarah nilai-nilai dan prinsip keutamaan," imbuhnya. 

Gus Yaqut menuturkan, Pancasila ditetapkan paling tidak untuk memenuhi dua fungsi. Pertama, sebagai simbol mengukuhkan pendirian Negara Republik yang merdeka. Di sini, Pancasila berfungsi praktis atau sengaja dipilih untuk menjamin suatu kesatuan dan integrasi politik yang bernama Republik Indonesia. 

"Dengan itu, Pancasila diposisikan  sebagai visi bersama bagi pencapaian tujuan-tujuan Negara-Bangsa yang diperjuangkan. Pancasila adalah sign of unity," ucap Gus Yaqut.

Kedua, lanjut dia, Pancasila juga dikukuhkan sebagai wawasan politik atau dasar negara. Hal Ini tampak dari konstruksi Presiden Soekarno yang secara eksplisit mengkomparasikan Pancasila secara setara dengan filsafat dan ideologi-ideologi lain seperti Marxisme, Liberalisme, dan San Min Chu’i. 

Namun demikian, kata Gus Yaqut, Pancasila bukanlah suatu ideologi politik partikular yang tertutup dan sistematis-total sebagaimana Marxisme maupun Liberalisme. Presiden Soekarno sendiri lebih menekankan ’fungsi implisit’ Pancasila sebagai sign of unity untuk republik yang merdeka.

Dalam rumusan lain, lanjut dia, Mohamad Hatta telah menjelaskan bahwa Pancasila mengandung dua fundamen yakni fundamen moral (Sila Pertama dan Kedua) dan fundamen politik (Sila Ketiga, Keempat dan Kelima). Jika itu ditafsirkan dalam kerangka politik kewargaan, Negara Pancasila dapat dipahami sebagai negara yang mendorong rakyatnya hidup berdasarkan prinsip-prinsip moral (Berketuhanan dan Berkemanusiaan) dan prinsip-prinsip politik (menjaga persatuan, berdemokrasi dan menjunjung keadilan sosial).

"Saya berkeyakinan bahwa prinsip-prinsip Pancasila bersifat by default dalam alam pikiran dan prilaku orang Indonesia. Ia menyediakan sarana restrospektif, yang dibutuhkan terutama di saat-saat orang Indonesia secara kolektif menghadapi persoalan-persoalan besar yang dihadirkan oleh sejarah dan zamannya," kata Gus Yaqut.

"Sejauh ia hidup dalam perilaku kewargaan, maka Pancasila akan lebih tumbuh justru melalui mekanisme laku, bukan melalui mekanisme eksplisitasi yang serba verbal," jelas dia.

Dia menambahkan, pengalaman Indonesia di pemerintahan bawah Orde Baru menunjukkan bahwa eksploisitasi Pancasila yang berlebih-lebihan hanya membuat ia jauh dari hati sanubari rakyat. Sebaliknya, dorongan yang lebih nyata kepada solidaritas, kemanusiaan, rasa persatuan justru mendorong Pancasila merekah dalam tindakan. 

"Pengalaman pandemi di Indonesia membuktikan ini secara gamblang. Tanpa partisipasi sukarela rakyat, tanpa solidaritas dan rasa persatuan, tanpa kemanusiaan dan kehendak untuk adil, rasanya sulit Indonesia bisa mengatasi krisis demi krisis serta globalisasi pandemi dengan baik," ucap Gus Yaqut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement