Kamis 03 Nov 2022 10:03 WIB

Korupsi Impor Garam, Lima: Kejar Para Pelaku Utama

Penanganan dugaan korupsi impor garam harus tuntas.

Red: Joko Sadewo
Kejaksaan Agung diminta mengusut tuntas pelaku dugaan korupsi impor garam. Foto ilustrasi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (tengah) berjalan usai memberi keterangan sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi impor garam industri.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Kejaksaan Agung diminta mengusut tuntas pelaku dugaan korupsi impor garam. Foto ilustrasi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (tengah) berjalan usai memberi keterangan sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi impor garam industri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mendukung Kejaksaan Agung (Kejakgung) untuk mengusut hingga tuntas dugaan korupsi impor garam. Mereka yang ada di balik layar dalam kasus korupsi ini juga harus dikejar.

“Kejar (pelaku) kakapnya dan konsisten,” kata Ray, Kamis (3/11/2022).

Hal ini, lanjut Ray penting untuk bisa memunculkan efek jera. Menurutnya, penting konsistensi dalam penegakkan hukum. Jangan sampai setelah sebuah kasus dibongkar dan dibawa ke pengadilan, tapi setelah itu pengawasan dan penegakkan hukumnya melemah.

“Banyak terjadi di Indonesia, bapaknya sudah ditangkap, kakaknya sudah ditangkap, tapi kelurga lainnya tidak belajar dari kasus bapak dan kakaknya, dia pun tertangkap juga dalam kasus korupsi,” ungkap Ray. Mereka tidak pernah belajar dan jera dalam tindak pidana korupsi.

Ray menilai praktik penanganan kasus korupsi di Indonesia rata-rata hanya diselesaikan hingga pelaku di lapangan. Jarang menyentuh hingga orang-orang di balik layar.

“Masyaakat juga biasanya jua puas kalau sudah ada yang ditetapkan tersangka,” kata Ray Rangkuti.

Dalam hal mafia pangan, kata Ray, sebenarnya produksi dalam negeri bisa ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan. Tapi masalahnya, ada kepentingan-kepentingan untuk mengeruk keuntungan dari tata kelola beras, garam, daging, dan sebagainya.

“Mereka kemudian berkolaborasi dengan pengambil kebijakan untuk mendapat keuntungan. Ini yang membuat kacau,” ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement