REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut nilai tukar rupiah lebih baik dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang. Tercatat per Oktober 2022 nilai tukar rupiah terdepresiasi 8,62 persen secara tahunan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan depresiasi rupiah relatif lebih baik jika dibandingkan di India, Thailand, dan Malaysia. “Hal ini masih relatif lebih baik dibandingkan depresiasi sejumlah mata uang di sejumlah negara berkembang,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (3/11/2022).
Sri Mulyani merinci India rupee mengalami depresiasi 10,2 persen, Malaysia ringgit mengalami depresiasi 11,8 persen, dan Thailand baht di 12,23 persen. Hal ini menunjukan depresiasi rupiah lebih baik dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.
“Hal tersebut konsisten dengan persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang masih tetap positif,” ucapnya.
Menurut dia, tren depresiasi nilai tukar yang terjadi di negara-negara berkembang dipicu oleh menguatnya dolar AS akibat adanya kebijakan moneter yang diadopsi Federal Reserve atau The Fed. "Serta meningkatnya ketidakpastian keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif terutama di Amerika Serikat,” ucapnya.
Adapun neraca transaksi modal dan finansial diprediksi masih ditopang oleh realisasi positif dari penanaman modal asing (PMA). Per September 2022, posisi cadangan devisa juga masih tetap kuat level 130,8 miliar dolar AS atau setara dengan 5,9 bulan impor.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi (3/11/2022) melemah 16 poin atau 0,11 persen ke posisi Rp 15.663 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 15.647 per dolar AS.