REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan akan memasukkan ketentuan khusus terkait menteri yang menjadi capres maupun cawapres di dalam sejumlah Peraturan KPU (PKPU). Rencana ini merupakan respons atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan menteri nyapres tanpa harus mundur dari jabatannya.
Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, keputusan MK itu otomatis berlaku dalam tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024. Karena itu, pihaknya akan membuat aturan khusus terkait menteri nyapres ini di dalam PKPU tentang Pendaftaran Calon Presiden dan Wakil Presiden serta PKPU tentang Kampanye.
"(Dalam PKPU tentang Kampanye) pasti kami atur soal larangan menteri menyalahgunakan fasilitas, wewenang, dan memobilisasi ASN. Aturan ini mengacu pada UU Pemilu," kata Idham ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (3/11/2022).
Lebih lanjut, Idham menyebut ketentuan tersebut mengacu pada Pasal 281, 282, dan 283 UU Pemilu. Pasal 281 memuat larangan bagi pejabat eksekutif, termasuk menteri, menggunakan fasilitas jabatannya saat kampanye kecuali fasilitas pengamanan.
Pasal 282 melarang semua pejabat negara membuat keputusan atau melakukan tindakan yang menguntungkan ataupun merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye. Adapun Pasal 283 melarang pejabat negara hingga ASN berkampanye untuk salah satu kontestan pemilu.
Idham mengatakan, PKPU kampanye ini akan diterbitkan pada 2023, sebelum penetapan pasangan capres dan cawapres pada 25 November 2023. "Kami akan berkoordinasi dengan pemerintah dalam merumuskan rancangan (PKPU) tersebut sebelum dikonsultasikan dengan DPR," ujarnya.
Idham menegaskan, pihaknya hanya berwenang mengatur peserta pemilu. Ia mengatakan tidak bisa mengatur kampanye sebelum penetapan nama capres-cawapres.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) sebelumnya mengungkapkan potensi kampanye colongan oleh menteri yang tidak mundur dari jabatannya. Seorang menteri bisa saja berkampanye sebelum jadwal resmi dengan kemasan sosialisasi program kementeriannya.
"Misalnya ketika ada kunjungan kementerian ke daerah, ada potensi disalahgunakan untuk mempromosikan diri si menteri. Hal ini sulit ditindak karena nanti (si menteri) akan berdalih bahwa kunjungannya itu bukan kampanye, tapi menjalankan program," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati.
Sebelumnya, MK memutuskan bahwa menteri tidak perlu lagi mengundurkan diri saat maju sebagai capres ataupun cawapres. Menteri yang hendak ikut kontestasi Pilpres hanya perlu mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden.