Kamis 03 Nov 2022 20:42 WIB

Forum Korban Tagih Janji Presiden Jokowi Berantas Mafia Tanah yang Meresahkan

Aksi para mafia tanah bahkan turut merugikan sejumlah lembaga pemerintah

Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi unjuk rasa tolak mafia tanah. Aksi para mafia tanah bahkan turut merugikan sejumlah lembaga pemerintah
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ilustrasi unjuk rasa tolak mafia tanah. Aksi para mafia tanah bahkan turut merugikan sejumlah lembaga pemerintah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Hingga saat ini belum ada pergerakan sebagaimana instruksi Presiden Jokowi terkait pemberantasan atau menggebuk mafia tanah.

Menurut Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI), SK Budiardjo,hal tersebut sudah diugkapkan Jokowi pada Agustus 2022 yang lalu. 

Baca Juga

"Pada 22 Agustus di Sidoarjo, Jokowi (instruksikan) gebuk mafia tanah namun sampai saat ini belum ada digebuk. Dari 2019 kita sudah serahkan semuanya, sudah diserahkan tapi kapan nih Pak Jokowi concern terhadap pergerakan mafia tanah tapi di bawah belum gerak belum, spesifik," kata Budiardjo. 

"Memang Menteri Pak Hadi Tjahjanto memang sudah melakukan langka-langkah yang lebih dinamis namun sampai saat ini baru sampai level bawah saja yang disentuh, padahal mafia tanah ini penghubungnya sangat nyata gitu," kata dia, dalam keterangannya, Kamis (3/11/2022).  

Budiardjo menegaskan, kelompok mafia tanah memiliki banyak cara guna melancarkan aksinya bahkan nekat dengan mengatasnamakan undang-undang. 

"Jadi mafia tanah itu, sehebat apapun ahli pun kemudian pemilik tanah punya dokumen sebanyak, selengkap apapun maka tidak bisa mafia ini," katanya.  

"Karena mafia ini cukup menganggap yaitu adalah Undang-Undang. Caranya sederhana kalau korbannya itu menyatakan serahkan tanah kamu atau jadi tersangka. Mengapa kok bisa? Ya sudah orangnya buru-buru telepon kemudian apa dasarnya orang enggak tahu apa-apa bisa jadi tersangka. Itu fakta yang kita hadapi," ujarnya. 

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus mengatakan akan segera memfasilitasi para korban mafia tanah untuk menyampaikan langsung aspirasinya kepada seluruh anggota dewan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). 

"Kita sudah berbicara persoalan tanah dan mafia tanah menurut saya ketua forum saya undang 15 November datang. Kami Komisi II baru saja membuat jadwal kegiatan dan kita sudah sepakat 15 nov 2022 pukul 13:00 Kita akan melakukan RDPU berkaitan dengan persoalannya dengan masalah pertanahan," kata Guspardi. 

"Oleh karena itu ketua forum saya undang sudah ada mekanisme, buat surat dan saya memfasilitasi supaya kerjakerja dan suara-suara ini bergaya guna. Jadi saya memfasilitasi ketua forum korban mafia tanah kirim surat besok atau kapan ke Komisi II DPR RI ingin RDPU dengan Komisi II," katanya lagi. 

Guspardi menjelasakan bahwa berkaitan dengan masalah mafia tanah itu dapat diselesaikan secara jelas, lengkap dan komplit.

"Artinya bukan hanya saya yang mendengar, melainkan juga kawan-kawan Komisi II mendengar dengan seksama apa yang disampaikan ketua forum korban mafia tanah yang di sampaikan dengan berbagai dinamika dan persoalan-persoalannya," jelas Guspardi Gaus. 

Banyak perkara pertanahan melibatkan aset negara/daerah/BUMN/BUMD yang kalah di pengadilan ketika berhadapan dengan korporasi atau individu2 yg diduga di-beckingi oleh para mafia tanah.  

Mafia tanah menyasar dan mengambil alih milik orang lain. Selain aset masyarakat, kepemilikan atau aset pemerintah jadi sasaran reklaiming. 

Baca juga: Ritual Sholat Memukau Mualaf Iin Anita dan Penantian 7 Tahun Hidayah Akhirnya Terjawab 

Di Makassar,  mafia tanah pernah menggugat sepertiga tanah ibu kota Sulawesi Selatan. Dalam gugatan tersebut tanah Pemkot, BUMN Pelindo dan PLN hendak digasak oleh mafia tanah.  

Bahkan di Rawamangun Jakarta, Pertamina digugat oleh diduga mafia tanah dengan dokumen palsu.  

Dalamnya gugatan tersebut Pertamina menang di pengadilan. Namun pengadilan melakukan auto debit yang menyebabkan perusahaan pelat merah tersebut mengalami kerugian Rp224 miliar. 

Berkaitan denganhal itu, patut ditelusuri semua pihak yang berkaitan dengan kekalahan posisi negara dalam proses peradilan tersebut, termasuk, bila diperlukan, memeriksa seluruh jajaran penegak keadilan yang terlibat memutus perkara-perkara itu.     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement