REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menyampaikan perkembangan stabilitas nilai tukar Rupiah berdasarkan kondisi perekonomian global dan domestik terkini. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono menyampaikan indikator stabilitas nilai Rupiah dilaporkan secara periodik yang terdiri atas indikator nilai tukar dan inflasi.
Per 3 November 2022, Rupiah ditutup pada level (bid) Rp 15.695 per dolar AS. Yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun turun ke 7,39 persen. Indeks dolar sendiri menguat ke level 112,93 dan yield US Treasury (UST) Note 10 tahun naik ke level 4,147 persen.
Pada pagi hari Jumat, 4 November 2022, Rupiah dibuka pada level (bid) Rp 15.740 per dolar AS. Yield SBN 10 tahun naik ke level 7,46 persen. Sementara Aliran Modal Asing pada pekan pertama November 2022 menunjukan premi CDS Indonesia 5 tahun naik ke 139,39 bps per 3 November 2022 dari 130,44 bps per 28 Oktober 2022.
"Berdasarkan data transaksi 31 Oktober – 3 November 2022, nonresiden di pasar keuangan domestik beli neto Rp 0,90 triliun terdiri dari beli neto Rp 0,08 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 0,82 triliun di pasar saham," katanya dalam keterangan, Jumat (4/11).
Selama tahun 2022, berdasarkan data setelmen sampai 3 November, nonresiden jual neto Rp 176,33 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 78,86 triliun di pasar saham.
"Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu I November 2022, perkembangan harga sampai dengan minggu pertama November 2022 diperkirakan inflasi sebesar 0,08 persen (mtm)," katanya.
Komoditas utama penyumbang inflasi November 2022 sampai dengan minggu pertama yaitu telur ayam sebesar 0,02 persen (mtm), daging ayam ras, beras, minyak goreng, tahu mentah, tomat, tempe, jeruk, dan sawi hijau masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm).
Sementara itu, komoditas yang mengalami deflasi pada periode minggu pertama November yaitu cabai merah sebesar -0,07 persen (mtm), cabai rawit sebesar -0,03 persen (mtm), dan bawang putih sebesar -0,01 persen (mtm).
"Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut," katanya.