REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Untuk mendorong Angka Partisipasi Kasar (APK), Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah V Jawa Barat mengulirkan inovasi bernama Sipinter. Yakni, kepanjangan dari Sistem Pembelajaran Inovatif SMA Terbuka.
Menurut Kepala KCD Wilayah V Jabar, Nonong Winarni, Sipinter ini dibentuk untuk menyelesaikan persoalan pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk SMA Terbuka, khususnya di Kabupaten Sukabumi. Karena, keberadaan SMA Terbuka di Kabupaten Sukabumi sangat signifikan jika dikaitkan dengan APK yang masih rendah.
Apalagi saat ini, dari 27 kota/kabupaten di Jawa Barat, APK Kabupaten Sukabumi berada di urutan ke-25. "Ketika melihat geografis yang begitu bertebaran, kalau sistem pembelajaran yang jarak jauh hanya mengandalkan internet, ini juga tidak bisa dilakukan serta-merta secara maksimal. Maka kami mendesain sebuah sistem pembelajaran yang dikembangkan di KCD V," ujar Nonong, dalam siaran persnya, Jumat (4/11/2022).
Program Sipinter KCD Wilayah V Jabar ini, kata dia, diterapkan di 15 sekolah induk SMA Terbuka Kabupaten Sukabumi. Di dalamnya terdapat sekitar 3.400 siswa yang melanjutkan pendidikan di SMA Terbuka.
Menurut Nonong, KCD harus memberikan pelayanan dan pengawasan untuk SMA/SMK dalam hal peningkatan akses pendidikan. Selain itu, KCD juga dituntut untuk meningkatkan mutu dan penguatan tata kelola pendidikan.
Akses pendidikan, kata dia, erat kaitannya dengan angka partisipasi termasuk di dalamnya APK. Hitungan APK biasanya merupakan usia sekolah, baik yang berada di pendidikan formal, maupun yang berada di pendidikan non formal, serta yang tidak bersekolah.
Dari APK, kata dia, penilaian selanjutnya biasanya mengarah ke rata-rata lama sekolah. Hal itu menjadi bagian tidak terpisahkan dari indeks pembangunan manusia (IPM), termasuk indikasi kinerja.
"Karena APK Kabupaten Sukabumi juga masih di bawah rata-rata Jabar artinya harus ada upaya meningkatkan aksesibilitas, bagaimana sekolah-sekolah, atau layanan pendidikan ini bisa dijangkau oleh peserta didik, salah satunya adalah dengan pembelajaran SMA Terbuka," paparnya.
Menurutnya, persoalan geografis juga tak pelak menjadi masalah rendahnya APK Kabupaten Sukabumi. Di mana jarak atau tempat tinggal peserta didik begitu jauh kepada layanan-layanan sekolah reguler. Karena, keterbatasan ekonomi jika harus sekolah reguler, peserta didik akhirnya lebih memilih tidak melanjutkan pendidikan dari SMP ke SMA/SMK. "Kalau berangkat reguler tiap hari harus memerlukan biaya transportasi, juga karena faktor lainnya termasuk persoalan mindset soalnya," katanya.
Pengelolaan Sipinter di KCD Wilayah V meliputi pola layanan belajar di tempat kegiatan belajar (TKB); model pembelajaran inovatif; pengelolaan pembelajaran; pengelolaan sarana prasarana, media dan sumber pembelajaran; pengelolaan TKB; pengelolaan pengelola, guru kunjung dan guru pamong; dan pengelolaan pembiayaan.
Nonong menjelaskan, aturan main SMA Terbuka berdasarakan peraturan menteri pendidikan (Permendikbud) yang lantas dilaksanakan di Jabar. SMA Terbuka juga bukan SMA reguler yang selama ini dikelola, melainkan diselenggarakan oleh sekolah induk. "Sekolah induk adalah sekolah reguler yang menyelenggarakan pendidikan SMA Terbuka. Jadi 15 sekolah ini adalah yang siap untuk menjadi induk SMA terbuka," kata Nonong.
Oleh karena itu, kata Nonong, dikembangkan sistem pembelajaran terbuka, di mana pembelajarannya tidak dilakukan di sekolah induk. SMA Terbuka melaksanakan pembelajaran di TKB. "Satu TKB ini bisa 20 siswa atau bisa 30 siswa. Ini akan sangat tergantung pada jumlah peserta didik. TKB inilah yang dimiliki oleh induk SMA terbuka," katanya.
TKB SMA Terbuka, kata dia, bisa memilih di madrasah, pesantren, SD, SMP atau tempat lain yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar. Satu TKB nantinya dikelola oleh satu guru pamong. "Siswanya adalah siswa usia sekolah, usia pendidikan menengah. Dia juga bisa sambil bekerja di pabrik, bisa juga membantu orangtua, dia juga mungkin bisa pesantren," katanya.