REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Rusia dan Korea Utara (Korut) diduga memperdalam hubungan di tengah isolasi dari negara-negara Barat yang mengintai kedua negara tersebut. Rusia dibidik sanksi karena perangnya di Ukraina, sementara Korut dikecam karena melakukan uji coba senjata terbanyak sepanjang tahun ini.
Amerika Serikat (AS) pekan ini meyakini bahwa pihaknya memiliki informasi yang menunjukkan Korut secara diam-diam memasok Rusia dengan sejumlah peluru artileri. Korut kini seperti menuai manfaat yang jelas dari kebutuhan Moskow sebagai teman dekat.
Menilik dari sejarahnya, hubungan Korut-Rusia dimulai pada beberapa dekade lalu. Komunis Korut dibentuk pada masa awal Perang Dingin dengan dukungan Uni Soviet. Korut kemudian perang dengan tetangganya Korea Selatan dan AS hingga menuju jalan buntu dalam Perang Korea 3 tahun pada 1950-1953 dengan bantuan ekstensif dari China dan Uni Soviet.
Korut kemudian sangat bergantung pada bantuan Soviet selama beberapa dekade. Ketika Soviet runtuh pada 1990-an, kelaparan mematikan di Korut pun berimbas.
Para pemimpin Pyongyang cenderung mencoba menggunakan Beijing dan Moskow untuk saling menyeimbangkan. Pemimpin Korut Kim Jong-un pada awalnya memiliki hubungan yang relatif dingin dengan kedua negara, yang sama-sama bergabung dengan AS dalam menjatuhkan sanksi tegas kepada Korut atas uji coba nuklirnya.
Setelah uji coba nuklir terakhir negaranya pada 2017, Kim mengambil langkah untuk memperbaiki hubungan. Kim bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin pada 2019 untuk pertama kalinya dalam pertemuan puncak di kota Vladivostok, Rusia.
Pada Oktober, Kim mengirim ucapan selamat ulang tahun kepada Putin, mengucapkan selamat kepadanya karena menghancurkan tantangan dan ancaman Amerika Serikat. Rusia kemudian telah bergabung dengan China dalam menentang sanksi baru terhadap Korut dengan memveto dorongan pimpinan AS pada Mei dan secara terbuka memecah Dewan Keamanan PBB (DK PBB) untuk pertama kalinya sejak mulai menghukum Pyongyang pada 2006.
Dukungan Perang Ukraina
Sebagai bentuk terima kasih, Korut mendukung Moskow dalam perangnya di Ukraina. Korut juga adalah satu-satunya negara yang mengakui kemerdekaan wilayah Ukraina yang memisahkan diri dan menyatakan dukungan untuk pencaplokan Rusia.
"'Operasi militer khusus' Moskow di Ukraina telah mengantarkan realitas geopolitik baru di mana Kremlin dan (Korea Utara) dapat menjadi semakin dekat, bahkan mungkin sampai pada titik menghidupkan kembali hubungan kuasi-aliansi yang telah ada selama Perang Dingin," kata seorang profesor di Far Eastern Federal University di Vladivostok, Artyom Lukin dalam catatan untuk 38 North.
"Perlu dicatat bahwa Pyongyang telah mulai menggunakan frasa baru 'kolaborasi taktis dan strategis' untuk menggambarkan hubungannya dengan Rusia," ujarnya menambahkan.
Kendati begitu, baik Rusia dan Korut telah membantah klaim oleh AS bahwa Rusia telah berusaha untuk membeli jutaan amunisi dan senjata lainnya dari Korut.