Sabtu 05 Nov 2022 08:05 WIB

Cukai Rokok Naik, BKF: Dampak Bagi Tenaga Kerja Minimal

Seiring naiknya tarif cukai pemerintah juga menaikkan DBH CHT menjadi 3 persen.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Indira Rezkisari
Warga berdiri di area kawasan tanpa rokok di Bandung, Jawa Barat, Jumat (28/10/2022). Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapat alokasi dana dari Kementerian Keuangan terkait kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2022 dengan total mencapai Rp 439 miliar yang merupakan kebijakan untuk menanggulangi dampak negatif rokok dengan 50 persen dari alokasi diprioritaskan untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional.
Foto: ANTARA/Novrian Arbi
Warga berdiri di area kawasan tanpa rokok di Bandung, Jawa Barat, Jumat (28/10/2022). Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapat alokasi dana dari Kementerian Keuangan terkait kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2022 dengan total mencapai Rp 439 miliar yang merupakan kebijakan untuk menanggulangi dampak negatif rokok dengan 50 persen dari alokasi diprioritaskan untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok dinlai tidak akan berdampak besar bagi tenaga kerja. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan keputusan tersebut sudah dipertimbangkan dari berbagai aspek termasuk dari sisi industri.

"Untuk kenaikan 10 persen kemarin, kita melihat dampak bagi tenaga kerja itu minimal," kata Febrio dalam acara media gathering di Bogor, Jumat (4/11/2022).

Baca Juga

Menurut Febrio, pemerintah selalu mempertimbangkan pabrik, tenaga kerja hingga petani tembakau setiap kali menyesuaikan tarif CHT. Pemerintah bahkan sudah menyiapkan instrumen Dana Bagi Hasil (DBH) CHT yang akan ditransfer ke daerah untuk memastikan kesejahteraan tenaga kerja dan petani tembakau.

Seiring naiknya tarif cukai, menurut Febrio, pemerintah juga akan menaikkan DBH CHT menjadi 3 persen dari sebelumnya 2 persen. Dengan kenaikan ini, daerah akan menerima DBH CHT sekitar Rp 6 triliun, meningkat dibandingkan dua tahun sebelumnya sebesar Rp 3 triliun.

Febrio menjelaskan DBH CHT akan digunakan untuk meningkatkan kesehatan, meningkatkan produktivitas petani memberi pelatihan bagi tenaga kerja. "Kita harapkan meningkatnya DBH CHT ini akan membantu memberikan bantalan yang cukup kuat bagi transisi yang terjadi di level industri," ungkapnya.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, kenaikan tarif CHT pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya.

“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” ujar Sri Mulyani dalam keterangannya usai mengikuti rapat bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (3/11/2022).

Lebih lanjut, Jokowi juga meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani menyebut kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.

“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” lanjutnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement