Vaksin Covid-19 Merah Putih Inavac Dapatkan Persetujuan Penggunaan Darurat
Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Vaksinator menyiapkan vaksin Covid-19. Vaksin Covid-19 buatan dalam negeri alias vaksin merah putih yaitu Inavac telah mendapat EUA dari BPOM. | Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin Covid-19 buatan dalam negeri alias vaksin merah putih yaitu Inavac yang dikembangkan oleh Universitas Airlangga (Unair) dan perusahaan farmasi PT Biotis Pharmaceutical Indonesia telah mendapatkan persetujuan penggunaan darurat (EUA). Peneliti vaksin ini tak hanya dari Unair melainkan juga peneliti di konsorsium dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengawal penelitian.
"Puji syukur kepada Allah yang Maha Kuasa atas terbitnya EUA Vaksin Merah Putih Inavac Unair yang bekerja sama dengan PT Biotis. BPOM mengawal dan membimbing kami sejak awal tahap uji preklinik dan ini menjadi proses belajar bagi Unair karena ini penelitian luar biasa dari peneliti kami," ujar Wakil Rektor Bidang Riset Inovasi dan Community Development Unair Ni Nyoman Tri Puspa Ningsih saat konferensi vitual EUA Vaksin Inavac, Jumat (4/11/2022).
Ia menjelaskan, tim peneliti Unair di awal 2020 lalu duduk bersama dan berdiskusi untuk membantu pemerintah. Kemudian, pemerintah ternyata memperhatikan ini dan membentuk konsorsium vaksin merah putih sehingga bergabung dengan Unair.
Ia menambahkan, unsur peneliti juga tidak hanya dari Unair melainkan juga instansi lain yang secara nasional di konsorsium ikut mendukung pihaknya. Ia mengakui pentingnya kebersamaan sebuah hasil riset yang bermanfaat bagi bangsa tentu tak bisa dilakukan sendirian.
"Kami dibebaskan mengembangkan platform. Kemudian, kami menggunakan platform inactivated virus yang merupakan yang terdepan dan terbaik dalam memberikan respons imun yang bagus sampai di tahap uji klinis 1,2, dan 3," katanya.
Ia menambahkan, vaksin ini jadi kebanggaan Unair yang bisa memberikan sumbangsih karena tugas perguruan tinggi adalah tri dharma perguruan tinggi bidang penelitian dan pengabdian masyarakat. Namun, pihaknya menyadari tidak akan berhasil tanpa dukungan dari pemerintah. Sebab, ia menyebutkan pembiayaan riset sepenuhnya dibiayai pemerintah melalui kementerian kesehatan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristekdikti), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan BPOM.
"Jadi, ini adalah proses yang sangat luar biasa dan berterimakasih kepada BPOM yang telah mendukung dan 'menjewer' untuk dukungan monitoring evaluasi supaya menjadi bagian kelayakan sebuah penelitian. Upaya mengkritisi memang diperlukan," ujarnya.