REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Angka penderita anemia di Indonesia terbilang cukup tinggi terutama di kalangan remaja putri. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Litbangkes Kemenkes RI tahun 2018, menyebutkan prevalensi anemia pada remaja putri sebesar 32 persen.
"Dari data tersebut menunjukkan bahwa tiga sampai empat dari sepuluh remaja puteri di Indonesia menderita anemia. Untuk itu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) memberi edukasi tangkal anemia dan cacingan," kata dosen Departemen Anatomi FKUI dr. Isabella Kurnia Liem, M.Biomed, Ph.D, P.A., dalam keterangannya, Sabtu (5/11/2022).
Salah satu penyebab terjadinya anemia adalah malnutrisi, baik karena defisiensi besi maupun karena cacingan, khususnya di daerah dengan sanitasi rendah dan akses terhadap air bersih yang terbatas.
Jika dibiarkan, anemia berisiko mempengaruhi kesehatan remaja. Misalnya gangguan pada kesehatan jantung, paru, kehamilan, tumbuh kembang, dan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini dapat menghambat perkembangan mereka untuk produktif, kreatif, dan berdaya saing di masa depan.
Tim Pengmas FKUI melakukan kegiatan penyuluhan terkait dengan bahaya anemia dan cacingan di SMP Negeri Satu Atap, Desa Pantai Bakti, Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat. Sebanyak 83 siswi diikutsertakan dalam penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan yang berlangsung secara berkala sejak Juli hingga Oktober 2022.
Ia mengatakan penduduk umumnya berpenghasilan rendah dan memiliki tingkat pendidikan serta pengetahuan akan kesehatan yang rendah. Kedua faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap status gizi anak dan keluarganya.
Ketidakcukupan gizi dapat memicu timbulnya gangguan kesehatan salah satunya anemia. Berdasarkan infomasi dari pihak Puskesmas Muara Gembong, masih banyak remaja putri yang mengalami anemia di Desa Pantai Bakti sehingga diperlukan penanganan lebih lanjut.