Ahad 06 Nov 2022 16:25 WIB

Erdogan Puji Kekuatan Diplomatik Turki Selama Konflik Rusia-Ukraina

Turki memainkan peran sebagai penyeimbang sejak Perang Rusia-Ukraina pecah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Dalam foto selebaran ini yang dirilis oleh Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, kanan, dan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, duduk sebagai Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu, kiri atas, dan Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar, kanan atas , bertukar dokumen selama upacara penandatanganan di Istana Dolmabahce di Istanbul, Turki, Jumat, 22 Juli 2022. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Kamis, 18 Agustus 2022 akan menjadi tuan rumah mitra Turki dan kepala PBB untuk pembicaraan tentang implementasi kesepakatan untuk melanjutkan ekspor gandum Ukraina, situasi yang tidak menentu di pembangkit listrik tenaga nuklir yang diduduki Rusia dan upaya diplomatik untuk membantu mengakhiri perang.
Foto: AP/Vadim Savitsky/Russian Defense Ministry Pr
Dalam foto selebaran ini yang dirilis oleh Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, kanan, dan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, duduk sebagai Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu, kiri atas, dan Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar, kanan atas , bertukar dokumen selama upacara penandatanganan di Istana Dolmabahce di Istanbul, Turki, Jumat, 22 Juli 2022. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Kamis, 18 Agustus 2022 akan menjadi tuan rumah mitra Turki dan kepala PBB untuk pembicaraan tentang implementasi kesepakatan untuk melanjutkan ekspor gandum Ukraina, situasi yang tidak menentu di pembangkit listrik tenaga nuklir yang diduduki Rusia dan upaya diplomatik untuk membantu mengakhiri perang.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memuji kekuatan diplomatik negaranya selama konflik Rusia-Ukraina berlangsung. Ankara diketahui berperan dalam mendorong Moskow dan Kiev menyepakati kesepakatan koridor gandum Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative (BSGI).

“Peran penting kami dalam pembukaan dan pemeliharaan koridor gandum, serta pertukaran tahanan (antara Rusia dan Ukraina), adalah contoh penting dari kekuatan diplomatik Turki,” kata Erdogan saat berpidato dalam acara Politics and New Paradigms Forum di Istanbul, Sabtu (5/11/2022), dikutip Anadolu Agency.

Baca Juga

Erdogan menilai, Turki telah memainkan peran sebagai kekuatan penyeimbang sejak perang Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari lalu. Hal itu karena Ankara membuka hubungan, tak hanya dengan Moskow dan Kiev, tapi juga PBB.

Pada Rabu (2/11/2022) lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin telah memutuskan untuk melanjutkan keterlibatan atau partisipasi negaranya dalam BSGI. Keputusan itu diambil Putin setelah melakukan percakapan via telepon dengan Erdogan. 

Putin mengatakan, Ukraina telah memberikan jaminan kepada negaranya bahwa mereka tidak akan menggunakan koridor gandum untuk tujuan militer. “Saya telah memberikan instruksi kepada Kementerian Pertahanan untuk melanjutkan partisipasi penuh kami dalam upaya ini. Pada saat yang sama, Rusia berhak untuk menarik diri dari perjanjian ini (BSGI), jika jaminan ini dilanggar Ukraina,” ujar Putin, dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS.

Pada 29 Oktober lalu, Rusia mengumumkan bahwa mereka menangguhkan implementasi kesepakatan BSGI. Hal itu dilakukan setelah sejumlah kapal dan infrastruktur militernya di Sevastopol menjadi sasaran serangan pesawat nirawak Ukraina.

BSGI disepakati Rusia dan Ukraina pada 22 Juli lalu di Istanbul, Turki. PBB dan Turki menjadi pihak yang mengawasi proses penandatanganan kesepakatan tersebut. Lewat BSGI, Moskow memberi akses kepada Ukraina untuk mengekspor komoditas biji-bijiannya, termasuk gandum, dari pelabuhan-pelabuhan mereka di Laut Hitam yang kini berada di bawah kontrol pasukan Rusia. Itu menjadi kesepakatan paling signifikan yang dicapai sejak konflik Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari lalu.

Rusia dan Ukraina merupakan penghasil 25 persen produksi gandum dan biji-bijian dunia. Sejak konflik pecah Februari lalu, rantai pasokan gandum dari kedua negara itu terputus. Ukraina tak dapat melakukan pengiriman karena jalur pengiriman dan pelabuhan-pelabuhan mereka berada di bawah kontrol Rusia. Sementara Moskow tak bisa mengekspor karena adanya sanksi Barat. Hal itu sempat memicu kekhawatiran bahwa dunia bakal menghadapi krisis pangan.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement