Selasa 08 Nov 2022 01:22 WIB

Penuh Ketidakpastian, Fintech Hadapi Tantangan Pendanaan di 2023

Para pemain di industri fintech harus melakukan efisiensi untuk menjaga biaya.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Fintech Lending. Ilustrasi
Foto: Google
Fintech Lending. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri teknologi finansial atau financial technology (fintech) disebut bakal menghadapi kesulitan pendanaan pada 2023 terutama yang berasal dari investor global. Ketua Umum Aftech Pandu Syahrir melihat faktor ketidakpastian masih membayangi di tahun depan. 

"Perlu digarisbawahi, pendanaan global akan sangat berat. Saya melihat 2023 dan 2024 masih diliputi banyak ketidakpastian," kata Pandu dalam acara Konfrensi Pers Pra Acara Indonesia Fintech Summit & Bulan Fintech Nasional 2022, Senin (7/11/2022).

Baca Juga

Untuk mengantisipasi hal tersebut, menurut Pandu, para pemain di industri fintech harus melakukan efisiensi untuk menjaga biaya. Pemain fintech juga perlu menempuh berbagai upaya untuk mencapai profitabilitas. 

Secara umum, Pandu menilai, kondisi fundamental pemain fintech sudah mulai membaik. Dia pun optimistis fintech akan mengalami pertumbuhan positif dari sisi bisnis didukung antusiasme tinggi para pemain serta regulasi yang memperkuat industri.

Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi melihat pertumbuhan fintech terutama peer-to-peer (P2P) lending masih akan tetap berlanjut. Hal tersebut didukung masih tingginya celah kredit di Indonesia. Celah kredit ini utamanya meningkat tajam setelah pandemi Covid-19. 

"Ada kebutuhan pendanaan yang belum bisa terlayani oleh segmen perbankan, jadi kita melihat fintech masih akan bertumbuh di 2023," kata Adrian dalam kesempatan yang sama. 

Meski demikian, menurut Adrian, para pemain fintech harus tetap jeli dalam memilih sektor. Pasalnya, sejumlah sektor sangat rentan terhadap faktor-faktor eksternal dan makroekonomi yang bisa menyebabkan volatilitas lebih tinggi. 

"Pemain fintech peer to peer lending harus memperhatikan hal ini untuk memitigasi risiko non performance dan risiko default. Jadi peluang ada tapi kita juga harus pintar memilih segmen," ungkap Adrian.

Pada tahun depan, Adrian menyampaikan, para pemain fintech khususnya peer to peer lending di AFPI akan fokus menyasar pembiayaan untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah. Adrian melihat sektor UMKM yang menyasar belanja pemerintah cukup positif di tahun depan. 

Sektor lainnya yang akan disasar yaitu pertanian. Pemain peer to peer lending akan didorong untuk berkolaborasi dengan agritech memberikan modal kerja bagi para petani. Selain itu, AFPI akan menyasar industri kreatif yang beberapa tahun lalu sempat menurun dan sekarang mulai bergerak kembali.

Secara umum, menurut Adrian, fintech peer to peer lending masih gencar memberikan pembiayaan untuk sektor produktif. "Ini menjadi salah satu fokus kami dalam beberapa tahun terakhir dimana komposisi pendanaan produktif sudah mencapai hampir 60 persen, meningkat dari dua tahun sebelumnya," kata Adrian.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement