REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN – Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Benyamin Davnie meminta para aparatur sipil negara (ASN) tidak terlibat dalam praktek politik praktis dalam pemilihan umum (pemilu) serentak yang bakal diadakan pada 2024 mendatang. Dia menekankan adanya sanksi bagi ASN yang terbukti terlibat, mulai dari sanksi peringatan hingga sanksi pemberhentian sebagai ASN.
“ASN punya hak memilih, tapi waktu dan tempatnya di bilik suara. Di luar itu merupakan bagian dari politik praktis, tidak boleh dilakukan oleh ASN,” kata Benyamin usai acara Sosialisasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tangsel bertema ‘Netralitas ASN dalam Pemilu Serentak Tahun 2024: ASN Tidak Partisan’ di kawasan Serpong, Tangsel, Senin (7/11/2022).
Benyamin menjelaskan, ASN diwajibkan melaksanakan aturan mengenai posisinya sebagai pihak yang netral dalam pemilu, baik pemilu Presiden, legislatif, maupun pilkada. Para ASN memang dituntut untuk ikut menyukseskan gelaran pemilu, tapi dilarang untuk mengarahkan masyarakat pada kecenderungan memilih calon-calon tertentu.
“Pokoknya laksanakan aturan yang sudah jelas mengenai posisi netralitas ASN, itu jelas harus menerapkan undang-undang. Terkait soal karir mereka itu kaitannya langsung dengan kinerja, justru kalau pemilunya acak-acakan dan sebagainya, bisa saya nilai dimana posisi mereka (para ASN),” terangnya.
Dia menegaskan kepada para ASN agar memahami peran, fungsi, sekaligus larangan-larangan dalam gelaran pemilu. Jika para ASN sembrono terlibat dalam politik praktis, sanksi akan dikenakan padanya.
“Rekomendasi Bawaslu dan KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) akan menjadi pedoman bagi Pemkot untuk menjatuhkan sanksi bagi ASN yang melanggar aturan itu sendiri. Dari sanksi ringan berupa teguran lisan, sampai kepada pemberhentian sebagai ASN, tergantung tingkat kesalahannya,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bawaslu Tangsel Muhammad Acep menuturkan, pihaknya melakukan pendataan mengenai temuan serta laporan terjadinya pelanggaran dalam Pemilu, termasuk yang dilakukan oleh ASN. Diakui olehnya, dominasi pelanggaran Pemilu memang dilakukan oleh kalangan ASN.
“Sebenarnya keterlibatan ASN kebanyakan mereka kalau dibilang enggak sadar, enggak tahu, atau enggak mau tahu, gitu aja sih sebenarnya. Contoh kasus banyak di Tangsel kemarin TKS (tenaga kerja sukarela), kalau murni ASN-nya sedikit lah, karena TKS abu-abu, dia masuk ranah ASN atau bukan,” tutur Acep.
Lebih lanjut, Acep menjelaskan, pihaknya melakukan dua langkah upaya dalam menemukan adanya pelanggaran dalam gelaran Pemilu. Yakni melakukan tracking media sosial (medsos) dan temuan melalui kegiatan kampanye calon legislatif (caleg) atau partai di lokasi kampanye.
Dia menegaskan, pihaknya hanya berperan menyampaikan hasil temuan dan laporan yang kemudian disampaikan ke KASN. Hasil kajian dari Bawaslu yang nantinya digunakan oleh KASN untuk menentukan ASN-ASN yang terduga terlibat politik praktis terbukti bersalah atau tidak. Adapun, bagi TKS yang melakukan pelanggaran, data temuan dan laporan Bawaslu akan disampaikan ke Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP).
“(Sanksinya selama ini) peringatan saja, Komisi ASN kan gitu, dikasih surat. Kalau itu (misalnya sanksi pemotongan gaji atau tunjangan) peringatan ketiga. Harusnya Komisi ASN dan Kemen PANRB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) tegas, tapi kan selama ini enggak,” jelasnya.
Acep mengonfirmasi bahwa sedikit kemungkinan tidak adanya keterlibatan ASN pada kancah perpolitikan pemilu serentak 2024 mendatang. Namun, dia menyebut pihaknya berupaya dengan melakukan sosialisasi sebagai langkah pencegahan keterlibatan ASN dalam politik praktis.
“Kalau kita sih prediksinya mudah-mudahan enggak ada. Sosialisasi ini jadi salah satu upaya pencegahan terhadap ASN. Kita susulin dengan surat edaran, flyer, dan sebagainya,” tutupnya.