REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gerakan Literasi Sekolah (GLS) terus digelorakan di Kantor Cabang Dinas Pendidikan (KCD) Wilayah VI Jawa Barat. Sejak diluncurkan pada 2015 lalu, GLS di KCD Wilayah VI Jabar berinovasi dengan membuat Lentera Mahardika atau "Literasi untuk Bersama Memajukan Masyarakat Pembelajar Terus Berkarya"
GLS sudah menjadi bagian dari kegiatan penguatan budi pekerti, yang salah satu tujuannya difokuskan untuk memperoleh kecakapan berpikir kritis, kreatif, berkomunikasi efektif, serta bekerja secara kolaboratif.
Menurut Kepala KCD Wilayah VI Jabar, Endang Susilastuti, kegiatan GLS dilaksanakan di sekolah-sekolah yang berada di KCD Wilayah VI Jabar. Yakni, dengan menyediakan waktu selama 15 menit untuk membaca.
"Sebagian sekolah melaksanakan kegiatan GLS dengan mendorong warga sekolah untuk tidak sekadar membaca, tetapi menuangkan hasil pemahaman terhadap bacaan dengan membuat resume dan berbagi hasil bacaan," ujar Endang, Senin (7/11/2022).
Bukan hanya itu, kata Endang, di sebagian sekolah GLS dilakukan dalam tahap pengembangan. Yakni, warga sekolah diajak untuk mengembangkan keterampilan reseptif menjadi keterampilan produktif. Bentuk yang paling banyak digunakan adalah menulis sebagai lanjutan dari kegiatan setelah membaca.
"Kegiatan GLS yang sedang berkembang dan mulai dikenal sebagai kegiatan yang menyenangkan, pada masa pandemi Covid-19 nyaris tidak dapat dilaksanakan. Hal ini terkonfirmasi dengan berkurangnya kontak guru dengan para murid, sehingga terjadi learning loss," papar Endang.
Menurutnya, sebagai upaya untuk menghidupkan kembali kegiatan GLS di SMA/SMK/SLB di KCD Wilayah VI Jabar dan menjawab tantangan memajukan keterampilan berliterasi warga sekolah, pihaknya mengadakan program literasi sekolah bertajuk Lentera Mahardika.
"Kami memfasilitasi percepatan kegiatan GLS yang selama ini tidur karena berbagai sebab dan alasan. Oleh karena itu, program Lentera Mahardika merupakan bentuk partisipasi aktif dan tanggung jawab yang nyata dari Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VI Jawa Barat dalam rangka kembali membumikan literasi," kata Endang.
Lewat program Lentera Mahardika, kata dia, warga sekolah yang terdiri dari siswa, guru, tenaga pendidik, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah di SMA/SMK/SLB mewujudkan gerakan literasi melalui aktivitas membaca yang dilanjutkan dengan menulis.
Dengan kegiatan ini, menurut Endang, kelak warga sekolah dapat menghasilkan karya dalam bentuk produk tulisan. Kegiatan yang memberikan pengalaman berliterasi yang menggambarkan bahwa membaca dan menulis merupakan kegiatan yang indah, mudah, dan menyenangkan.
Salah satu siswa SMAN 1 Cipatat Kabupaten Bandung Barat, Dhea Nisa Nurazizah, mengungkapkan pengalaman dan manfaat hadirnya GLS dan Lentera Mahardika di sekolahnya.
Dhea mengatakan, pada saat dirinya kelas X, kegiatan GLS hanya dilakukan satu kali dalam satu bulan. Namun, setelah hadirnya Lentera Mahardika di kelas XI, kegiatan jadi rutin dilakukan setiap hari Jumat.
"Saya sangat excited karena setiap tema tiap minggunya berbeda. Kebetulan juga tidak hanya literasi, tapi juga numerasinya dan itu setiap minggunya sangat seru," kata Dhea.
Menurut Dhea, program Lentera Mahardika bisa mengembangkan cara berpikir yang kritis dan kreatif. Terlebih soal menggali informasi dan menuangkannya dalam sebuah tulisan.
Dhea menjelaskan, Lentera Mahardika di SMAN 1 Cipatat dilakukan di lapangan sekolah. Selama 45 menit mulai pukul 07.00 WIB hingga 07.45 WIB, semua siswa mulai dari kelas X hingga XII mengikuti kegiatan tersebut.
Guru yang menjadi penggerak GLS lantas memaparkan suatu tema yang jadi bahasan. Lantas para siswa harus merespons apa yang sudah disampaikan penggerak GLS.
"Misalnya hari ini kita akan membahas lagu bahasa inggris. Di situ kita mendengarkan lagunya, kita ditanya apa makna di lagu tersebut. Nanti akan ada siswa yang mengacungkan tangan bahwa makna lagu seperti ini. Si penulis dengan perasaan seperti ini," papar Dhea.
Menurut Dhea, pola Lentera Mahardika seperti itu lebih menarik dibanding duduk dikelas semua siswa harus membaca selama 15 menit. Sebagian siswa ketika dirinya saat itu SMP ada juga yang tidak membaca.
"Lebih menarik ke lapangan, saling sharing, saling menggali informasi," kata siswa kelas XI MIPA 1 SMAN 1 Cipatat itu.