REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga ada uang setoran dari para pengusaha importir garam kepada para pejabat di Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kejagung menduga tersangka Sanny Wikodhiono (SW) alias Sanny Tan (ST) selaku bendahara Asosiasi Industri Pengolah Garam Indonesia (AIPGI) dan Tony Tanduk (FTT) selaku ketua AIPGI berperan menghimpun dana itu.
“Dalam perannya selaku bendahara AIPGI tersangka SW alias ST bersama-sama dengan ketua AIPGI, yakni tersangka FTT telah menghimpun dana dari anggota AIPGI untuk diserahkan atau diberikan kepada pejabat-pejabat di Kementerian Perindustrian,” Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa (8/7/2022).
Ia mengatakan, penyidik menduga uang setoran tersebut diberikan untuk dua hal. Pertama, mendapatkan rekomendasi pengalihan garam impor untuk kebutuhan industri aneka pangan, menjadi garam konsumsi.
Kedua, terkait dengan penetapan kuota impor garam. “Bahwa tersangka SW alias ST bersama-sama tersangka FTT, diduga telah memberikan sesuatu kepada pejabat-pejabat di Kementerian Perindustrian,” kata Ketut.
Dalam kasus ini, Kejagung sudah menetapkan lima orang tersangka. Tiga di antaranya pejabat tinggi di Kemenperin, yakni Muhammad Khayam (MK) selaku direktur jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kemenperin 2019-2022; Fridy Juwono (FJ) selaku direktur IKFT Kemenperin, dan Yosi Arfianto (YA) selaku kepala Sub Direktorat IKFT Kemenperin.
Satu tersangka dari pihak swasta, yakni FTT. Empat tersangka sudah dalam tahanan sejak penetapan pada Rabu (2/11/2022) lalu.
Pada Senin (7/11), Jampidsus kembali menetapkan satu tersangka lagi, yakni SW atau ST selaku manajer pemasaran PT Sumtraco Langgeng Makmur dan Direktur PT Sumatraco Langgeng Abadi. Penetapan SW alias ST yang membuka dugaan adanya setoran dana ke pejabat Kemenperin.
Jampidsus Kejagung sudah menyidik kasus dugaan korupsi impor garam sejak Juni 2022. Kala itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengumumkan status penyidikan kasus tersebut.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi menerangkan, dalam praktik dugaan korupsi impor garam, modus para tersangka berupa suap, gratifikasi, serta manipulasi dan rekayasa terkait pendataan dan penetapan batas maksimal kuota impor garam industri untuk kebutuhan di dalam negeri. Kuntadi mengatakan, penyidik menduga para tersangka itu melakukan pemalsuan data kebutuhan impor garam industri. Dari kebutuhan normal sekitar 2,3 juta ton, Kemenperin menetapkan kuota impor sebanyak 3,7 juta ton.
“Jadi yang kita temukan adalah mereka bersama-sama melakukan rekayasa data yang akan dipergunakan untuk menentukan jumlah kuota impor garam,” kata dia.
Kuntadi melanjutkan, kelebihan 1,4 juta ton garam industri impor dilepas ke pasar dengan cara mengalihkan peruntukan garam industri sebagai garam konsumsi nasional. Hal tersebut membuat produksi garam konsumsi di dalam negeri tak terserap di pasar.
“Sehingga, terjadi kerugian negara, dan kerugian dalam hal perekonomian negara,” kata Kuntadi.
Dalam perkara tersebut, jaksa penyidik menjerat para tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi 31/1999-20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Juga Pasal 5 ayat (1) a dan b UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUH Pidana, dan Pasal 13 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.