Selasa 08 Nov 2022 14:13 WIB

Deforestasi Dikhawatirkan Picu Penyebaran Malaria

Deforestasi akan menyempitkan habitat monyet ekor panjang sebagai inang malaria.

Rep: Fitriyan Zamzami/ Red: Fitriyan Zamzami
Foto kawasan hutan yang rusak akibat pembukaan lahan di perbukitan Sungai Pisang, Bungus, Padang, Sumatera Barat. (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO
Foto kawasan hutan yang rusak akibat pembukaan lahan di perbukitan Sungai Pisang, Bungus, Padang, Sumatera Barat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA – Alih guna lahan hutan dan deforestasi dikhawatirkan bakal memicu penyebaran penyakit malaria. Hal ini disampaikan sejumlah ilmuwan dalam Kongres One Health Sedunia ke-2 di Singapura yang berlangsung sepanjang 7-11 November 2022.

Menurut Asisten Profesor Inke Nadia Lubis dari Universitas Sumatera Utara, resiko ini terkait penyebaran malaria melalui parasit Plasmodium knowlesi. Jenis penyakit malaria tersebut sejauh ini masih bersifat zoonosis, utamanya melalui monyet ekor panjang alias Macaca fascicularis. Penularan dari hewan tersebut sejauh ini melalui nyamuk Anopheles latens dan Anopheles cracens yang merupakan vektor penyakit malaria monyet.

"Deforestasi menyempitkan habitat hidup monyet ekor panjang kian dekat dengan manusia sehingga meningkatkan potensi penularan," ujar Inke di Singapura, Selasa (8/11/2022).

Sedangkan di Kalimantan Utara, deforestasi atau alih fungsi lahan hutan juga mendekatkan pemukiman warga ke wilayah perbatasan dengan Malaysia, utamanya wilayah Sabah yang kebanyakan penyakit malarianya merupakan jenis Plasmodium knowlesi. "Sementara kita tak bisa menghalang-halangi monyet atau nyamuk untuk melintasi batas negara," kata Inke bertamsil.