REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI), Prabowo Subianto mengatakan, sistem pertahanan udara memiliki tantangan luar biasa pada masa mendatang. Sebab, ia menyebut, sifat perang udara yang terus berubah seiring perkembangan teknologi.
Menurut dia, Indonesia perlu mengantisipasi diri untuk menghadapi perang udara yang sewaktu-waktu dapat terjadi di masa depan. Salah satunya, dia mencontohkan, yakni menyiapkan kekuatan pesawat nirawak (drone) atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) yang memiliki kemampuan membawa rudal-rudal mematikan.
"Kita harus mengerahkan sekarang taktik teknologi dan kemampuan kumpulan drone dalam jumlah besar, drone Kamikaze dan sistem sistem otonomus, sistem-sistem robotik di udara dan di laut dan di darat,\" kata Prabowo saat membuka Seminar Nasional TNI AU bertema Tantangan TNI AU Dalam Perkembangan Teknologi Elektronika Penerbangan di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (8/11/2022).
Prabowo mengibaratkan, kekuatan tempur pesawat nirawak atau UAV yang dimiliki TNI Angkatan Udara dapat menjadi komponen tambahan sistem pertahanan utama kedirgantaraan Indonesia dimasa mendatang. Ia menilai, UAV mampu mendukung kinerja pesawat tempur modern, seperti Jet Tempur Dassault Rafale buatan Prancis yang dipesan Kemenhan, maupun jet tempur KFX/IFX yang saat ini sedang dikembangkan di Korea Selatan.
"Nanti ibaratnya ada satu pesawat tempur katakanlah F15 kita, katakanlah Rafale kita, tapi di sekelilingnya Rafale kita atau di sekeliling F15 kita mungkin ada 15 drone. Jadi satu pilot dikawal oleh 15 drone yang semua drone punya rudal antipesawat," ujarnya.
"Jadi satu Skadron akan menjadi 10 Skadron, atau 15 Skadron dengan harga yang tidak sebesar 15 Skadron. Jadi ini nanti juga akan meningkatkan kemampuan kita dengan cepat," tambahnya menjelaskan.
Selain itu, dia menambahkan, Indonesia juga harus mengembangkan doktrin latihan yang memadai. Disamping itu, menurutnya, sistem pertahanan Indonesia juga perlu menggunakan semua informasi publik yang ada.
"Kemudian kita harus juga sekarang meningkatkan teknik-teknik penyesatan untuk melawan demokratisasi intelijen," jelas dia.
Sementara itu, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengungkapkan, pihaknya pun telah mengembangkan jumlah skadron UAV. Namun, dia tidak bisa merinci lokasi tambahan tersebut karena menyangkut kerahasiaan negara.
"Jadi untuk skadron UAV, ada pengembangan di beberapa tempat. Maaf saya tidak bisa sebutkan terlalu terbuka, karena UAV adalah salah satu alutsista yang sensitif, yang kegiatannya perlu ada kerahasiaan. Akan tetapi, dalam perencanaan ada, dan sifatnya kita adalah mobile. Siap untuk digerakkan ke mana saja, selain ada yang memang fix," jelas Fadjar.
Sebagai informasi, TNI AU kini telah memiliki skadron udara yang khusus mengoperasikam pesawat nirawak, yakni Skadron Udara 51. Skadron ini berada dibawah kendali Wing Udara 7 yang berbasis di Lanud Supadio Pontianak, Kalimantan Barat.
Selain itu, terdapat Skadron Udara 52 yang berada di Lanud Raden Sadjad, Natuna, Kepulauan Riau. Di skadron ini, TNI AU mengoperasikan drone CH (Chang Hong)-4 Rainbow.
Fadjar pun berharap agar ada penambahan unit UAV. Sehingga dapat semakin memperkuat pertahanan udara Indonesia. "Betul. Untuk UAV sendiri kita menginginkan adanya penambahan, baik yang dari produk luar negeri dan produk dalam negeri. Kita terus mendorong produk dalam negeri untuk juga menjadi kekuatan kita," ujar Fadjar.