Selasa 08 Nov 2022 20:18 WIB

Soekarwo Mengaku Jelaskan Soal Pergub Bantuan Keuangan Daerah ke KPK

Pemeriksaan terhadap Soekarwo berlangsung selama dua jam lebih.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus raharjo
Mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo meninggalkan gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo meninggalkan gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (28/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan gubernur Jawa Timur, Soekarwo memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap bantuan keuangan yang menjerat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Budi Setiawan (BS). Penyidik meminta dia untuk menjelaskan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang bantuan keuangan di daerah.

"(Diminta) menjelaskan Pergub 13 Tahun 2011 tentang struktur dalam mengambil keputusan bantuan keuangan di daerah. Itu saja," kata Soekarwo kepada wartawan usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2022).

Baca Juga

Soekarwo menjelaskan, tidak ada masalah dari pergub tersebut. Namun, yang dipermasalahkan oleh KPK, yakni perilaku Budi. "Ya, statusnya Pak Budi. Bukan pelaksanaannya (pergub) dipermasalahkan," ujar dia.

"Kalau pergubnya sudah sejalan," imbuhnya.

Dia mengaku, selama pemeriksaan yang berlangsung sekitar dua jam lebih itu sempat menunaikan ibadah dan hanya ditanyai soal pergub tersebut. Soekarwo menyebut, penyidik pun tidak menanyakan ada atau tidaknya keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.

"Enggak ada (kalau soal keterlibatan pihak lain). Hanya (ditanya) pergub itu saja," jelas dia.

Adapun penetapan BS sebagai tersangka setelah KPK melakukan serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum persidangan perkara mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan kawan-kawan serta perkara Direktur PT Kediri Putra Tigor Prakasa.

Dalam konstruksi perkara, KPK menduga tersangka BS yang saat itu menjabat Kepala BPKAD Provinsi Jatim sepakat akan memberikan bantuan keuangan Provinsi Jatim kepada Kabupaten Tulungagung dengan pemberian fee antara 7-8 persen dari total anggaran yang diberikan.

Selanjutnya pada 2015, Kabupaten Tulungagung mendapatkan bantuan keuangan Provinsi Jatim sebesar Rp 79,1 miliar. Atas alokasi bantuan keuangan Provinsi Jatim yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung maka Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung memberikan fee kepada tersangka BS sebesar Rp 3,5 miliar.

Kemudian pada 2017, tersangka BS diangkat menjadi Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur sehingga kewenangan pembagian bantuan keuangan menjadi kewenangan mutlak tersangka BS. Pada 2017, Sutrisno atas izin Syahri Mulyo juga diminta untuk mencarikan anggaran bantuan keuangan di Provinsi Jatim.

Sehingga Sustrisno juga menemui tersangka BS untuk meminta alokasi anggaran bagi Kabupaten Tulungagung sehingga pada anggaran perubahan tahun 2017 Kabupaten Tulungagung mendapatkan alokasi bantuan keuangan sebesar Rp 30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp 29,2 miliar.

KPK menduga sebagai komitmen atas alokasi bantuan keuangan yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung maka pada 2017 dan 2018, Syahri Mulyo melalui Sutrisno memberikan fee sebesar Rp 6,75 miliar kepada tersangka BS.

Atas perbuatannya, tersangka BS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-?Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement