REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) bakal melakukan Initial Public Offering (IPO) untuk salah satu anak usahanya yakni PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina Power Indonesia (PPI) Fadli Rahman mengatakan rencana IPO PGE sejatinya sudah dicanangkan sejak tahun lalu.
Fadli menyampaikan perusahaan terus melakukan sejumlah tahapan dalam rencana melantainya PGE di Bursa Efek Indonesia (BEI). Fadli menilai prosesi tahapan IPO PGE sudah memasuki tahap akhir. "Kita sudah siapkan ini tahun lalu, jadi lagi ditunggu dan sudah dalam tahap finalisasi, tenti banyak detail-detail yang perlu disesuaikan, ini lagi berproses," ujar Fadli saat Ngobrol Pagi BUMN bertajuk "Peran Strategis BUMN di Perhelatan G20 di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Fadli mengaku belum bisa menjelaskan lebih rinci mengenai rencana IPO PGE. Fadli menilai banyak hal detail yang tengah dimatangkan sebelum IPO benar-benar dilakukan. Fadli menyebut rencana IPO PGE juga mendapat respons positif dari investor.
"Ya kita sedang berdoa supaya kita bisa closing dalam waktu dekat; tinggal tunggu partner saja, kan ada sejumlah strategic investor, anchoring investor, yang akan terlibat sudah masuk tahap finalisasi diskusi, ya ini mudah-mudahan bisa diumumkan dalam waktu dekat," kata Fadli.
Kabar IPO PGE sebelumnya telah disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir pada bulan lalu. Erick menyebut proses IPO ditargetkan terjadi pada akhir tahun ini.
"Aksi ini menjadi bagian dari reformasi BUMN senilai 606 miliar dolar AS. Valuasi PGE yang bergerak di bidang pemanfaatan energi panas bumi diperkirakan mencapai 2,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 32 triliun. Ini pertama kalinya salah satu subholding (anak usaha) Pertamina akan go public," ujar kata Thohir yang dikutip Republika.co.id dari Financial Times pada Selasa (11/10/2022).
Pria kelahiran Jakarta itu mengatakan IPO akan memberikan peningkatan modal dan kemitraan strategis bagi perusahaan. Erick menyampaikan BUMN punya kontribusi besar bagi perekonomian nasional, yang mana separuh pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia atau 1,2 triliun dolar AS berasal dari BUMN, mulai dari sektor telekomunikasi, minyak, hingga semen.
Erick juga terus mendorong kontribusi BUMN dengan melakukan transformasi secara menyeluruh. Mantan Presiden Inter Milan tersebut ingin BUMN lebih efesien dan profesional. Hal ini yang menjadi alasan di balik langkah Erick dalam merampingkan jumlah BUMN, dari 108 BUMN menjadi 41 BUMN, serta mengerucutkan klasterisasi menjadi hanya 12 klaster dari sebelumnya yang sebanyak 27 klaster.
Erick ingin transformasi ini dapat membuat lebih banyak lagi BUMN yang berbicara di kancah internasional. Saat ini, ucap Erick, hanya ada Pertamina sebagai satu-satunya BUMN yang masuk dalam jajaran 500 perusahaan terbesar dunia versi Fortune.
"Saya ingin mendorong semakin banyak BUMN menjadi top 100 atau 500 perusahaan dunia," kata Erick.
Kementerian BUMN, sambung Erick, juga terus mendorong 14 BUMN untuk IPO yang telah dimulai oleh anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero), PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dengan nilai keseluruhan nilai IPO mencapai 1,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 18,79 triliun pada November lalu.
Setelah PGE, Erick menyebut IPO juga akan dilakukan Pertamina Hulu dan Pertamina International Shipping. Selain sektor energi, Erick juga membuka peluang bagi investor untuk berinvestasi dalam pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) kesehatan di Sanur, Bali yang dikelola holding BUMN rumah sakit, IHC.
Analis Institut Korea untuk Kebijakan Ekonomi Internasional Kyunghoon Kim mengatakan BUMN memiliki daya tarik bagi investor, terutama untuk sektor pertambangan. Ia mencontohkan langkah LG Energy Solution Korea Selatan dan CATL Cina yang belum lama ini menandatangani perjanjian dengan Indonesia Battery Corp (IBC) dan Antam untuk pengadaan nikel.
"Perusahaan global merasa aman ketika mereka berbicara dengan perusahaan milik negara dan mereka mengatakan kami akan menjamin pasokan sumber daya alam ini," kata Kim.