Selasa 08 Nov 2022 21:05 WIB

Negara Miskin Tuding Perusahaan Minyak dan Negara Kaya Penyebab Pemanasan Global

Barat cepat memberikan bantuan untuk Ukraina tapi lamban untuk perubahan iklim.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Gaston Browne, perdana menteri Antigua dan Barbuda, berbicara di KTT Iklim PBB COP27, Selasa, 8 November 2022, di Sharm el-Sheikh, Mesir.
Foto: AP Photo/Peter Dejong
Gaston Browne, perdana menteri Antigua dan Barbuda, berbicara di KTT Iklim PBB COP27, Selasa, 8 November 2022, di Sharm el-Sheikh, Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, SHARM EL-SHEIKH -- Para pemimpin dari negara miskin mengkritik pemerintah negara kaya dan perusahaan minyak karena mendorong pemanasan global. Dalam pidato pada Selasa (8/11/2022) di konfernsi iklim COP27, para pemimpin negara miskin menuntut negara kaya membayar kerusakan yang ditimbulkan akibat perubahan iklim.

Negara-negara pulau kecil yang sudah diterpa badai laut yang semakin ganas dan kenaikan permukaan laut, mendesak perusahaan minyak mengeluarkan sebagian keuntungan besar mereka untuk membayar kerugian. Sementara negara-negara berkembang di Afrika menyerukan bantuan dana internasional untuk membayar kerugian bencana akibat pemanasan global.

Baca Juga

"Industri minyak dan gas terus menghasilkan keuntungan hampir 3 miliar dolar AS setiap hari," kata Perdana Menteri Antigua, Gaston Browne, yang berbicara atas nama Aliansi Negara-negara Pulau Kecil.

"Sudah waktunya bagi perusahaan-perusahaan ini untuk membayar pajak karbon global atas keuntungan mereka sebagai sumber pendanaan untuk kerugian dan kerusakan. Ketika mereka mendapat untung, planet ini terbakar," kata Browne.

Pernyataan Browne mencerminkan ketegangan antara negara kaya dan negara miskin dalam negosiasi iklim internasional. Presiden Senegal Macky Sall mengatakan, negara-negara berkembang di Afrika membutuhkan peningkatan dana untuk adaptasi terhadap memburuknya perubahan iklim. Mereka menolak seruan untuk beralih dari bahan bakar fosil yang dapat merusak pertumbuhan ekonomi mereka.  

"Mari kita perjelas, kita mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca. Tapi kita orang Afrika tidak bisa menerima bahwa kepentingan vital kita diabaikan," kata Sall.

Sementara Presiden Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, mengatakan, pemerintah Barat dengan cepat memberikan bantuan senilai miliaran dolar untuk perang di Ukraina. Tetapi mereka bergerak lambat untuk mengatasi perubahan iklim.

"Standar ganda tidak dapat diterima. Bukan rahasia lagi bahwa pembiayaan iklim telah meleset dari target, karena banyak negara maju menganggap perlu menunggu kontribusi pembiayaan iklim mereka, negara-negara ini juga berada di kedua sisi perang Ukraina dan tampaknya tidak ragu memberikan bantuan keuangan untuk perang yang berlangsung cukup lama," ujar Wickremesinghe.

Sejumlah kepala negara dan pemerintahan lainnya dijadwalkan untuk berbicara pada Selasa. Tetapi sejumlah negara pencemar terbesar di dunia  termasuk Amerika Serikat, Cina dan India tidak ada dalam jadwal pidato pada Selasa. Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi berharap menjadi tuan rumah konferensi COP27 akan memberikan suntikan legitimasi internasional pada saat ekonominya sedang mengalami krisis.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement