Selasa 08 Nov 2022 22:06 WIB

Indef Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi 5,1 Persen Tahun Ini

Indef memproyeksi kemungkinan perlambatan pertumbuhan ekonomi di Kuartal IV

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang karyawan berjalan usai bekerja di Jakarta. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada keseluruhan 2022 sebesar 5,1 persen year on year (yoy). Angka itu lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 5 persen yoy.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Seorang karyawan berjalan usai bekerja di Jakarta. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada keseluruhan 2022 sebesar 5,1 persen year on year (yoy). Angka itu lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 5 persen yoy.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada keseluruhan 2022 sebesar 5,1 persen year on year (yoy). Angka itu lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 5 persen yoy.

"Kami mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi kami menjadi sedikit lebih optimis. Meski masih di bawah pemerintah yang ada di level 5,2 persen yoy," ujar Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad dalam diskusi bertajuk 'Respons Indef Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kuartal-3 Tahun 2022' secara virtual, Selasa (8/11).

Walau pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2022 lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang sebesar 5,45 persen yoy, Tauhid menyatakan, terdapat potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2022 menjadi 5,3 persen yoy. Perlambatan itu disebabkan oleh peningkatan inflasi yang lebih tinggi dari kuartal sebelumnya.

Harga energi dan pangan pun belum melandai. Ditambah melemahnya nilai tukar rupiah.

Maka Indef menyebutkan, ada tiga cara yang bisa dilakukan pemerintah guna mencapai pertumbuhan di atas 5 persen tahun ini pada sisa kuartal ini. Pertama, mempercepat belanja modal dan belanja barang, dimana hingga Oktober 2022 realisasi belanja modal baru mencapai sekitar 66,83 persen dan belanja barang 66,44 persen.

"Saya kira perlu ada terobosan yang cukup strategis agar memang dengan waktu yang sangat terbatas, yakni dua bulan, semua belanja itu bisa diselesaikan," tegas dia. Bila tidak, menurutnya sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) yang saat ini cukup besar tidak akan berarti apa-apa, padahal banyak masyarakat yang membutuhkan. 

Cara kedua, yakni penyesuaian suku bunga acuan Bank Indonesia secara moderat. Menurutnya, selama ini memang sudah ada penyesuaian namun masih lambat dalam merespon kondisi yang terjadi.

Ketiga, lanjutnya, yaitu merespon perlambatan ekonomi pada kuartal akhir lewat penguatan pasar domestik. "Khususnya bagi produk-produk dalam negeri yang berdaya saing di pasar global dan mempercepat industri subtitusi impor," jelas Tauhid. 

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menambahkan, puncak dari pertumbuhan ekonomi pada tahun ini ada pada kuartal III 2022. Setelah itu, ada kemungkinan penurunan ekonomi di sisa kuartal tahun ini.

“Karena ada beberapa aspek yang kami lihat. Ada hal-hal yang perlu kita coba dicermati untuk menggambarkan, betapa kuartal IV lini mungkin akan sedikit lebih menantang kalau mau tumbuh 5,7 persen lagi, karena base line kuartal IV tahun lalu sudah 5,02 persen,” tuturnya pada kesempatan serupa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement