Rabu 09 Nov 2022 04:55 WIB

Pertamina di Antara Dekarbonisasi dan Meningkatkan Ketahanan Energi

Pertamina merupakan salah satu BUMN yang berkomitmen menerapkan transisi energi.

Rep: Erik PP/ Red: Gita Amanda
Sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan, pemerintah Indonesia mencanangkan program net zero emission (NZE). Sasaran utama program tersebut berupaya mengurangi produksi karbon dioksida (CO2) sampai 81.4 juta ton pada 2060. PT Pertamina (Persero) pun tidak ketinggalan dalam berupaya melakukan transisi energi. (ilustrasi).
Foto: istimewa
Sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan, pemerintah Indonesia mencanangkan program net zero emission (NZE). Sasaran utama program tersebut berupaya mengurangi produksi karbon dioksida (CO2) sampai 81.4 juta ton pada 2060. PT Pertamina (Persero) pun tidak ketinggalan dalam berupaya melakukan transisi energi. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan, pemerintah Indonesia mencanangkan program net zero emission (NZE). Sasaran utama program tersebut berupaya mengurangi produksi karbon dioksida (CO2) sampai 81.4 juta ton pada 2060. PT Pertamina (Persero) pun tidak ketinggalan dalam berupaya melakukan transisi energi. Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan, perseroan yang dipimpinnya merupakan salah satu BUMN yang berkomitmen tinggi dalam menerapkan transisi energi.

Pertamina pun meluncurkan program terkini sebagai aspirasi untuk bisa merealisasikan NZE. Di antaranya, Pertamina menerapkan strategi holistik yang disampaikan melalui dua pilar dan tiga enabler (pendukung). Kedua pilar utama yang menjadi panduan perseroan adalah kebijakan dekarbonisasi dalam kegiatan bisnis yang dibarengi inovasi mengembangkan bisnis hijau.

Adapun tiga elemen pendukung, mencakup penghitungan karbon sesuai standar nasional dan internasional, pengenaan carbon pricing yang dimulai dari internal perseroan, dan membangunan organisasi keberlanjutan agar lini bisnis selaras dengan tujuan net zero roadmap. Kemudian, mengajak seluruh pemangku kepentingan terlibat untuk mendukung terwujudnya komitmen NZE nasional.

"Energi sangat mahal, tapi sangat penting bagi rakyat dan peranannya dalam menurunkan CO2 adalah kedua terbesar di ekonomi kita. Pertamina bisa bertanggungjawab menurunkan emisi dalam hal ini. Sebagai perusahaan milik negara terbesar di bidang energi, tanggung jawab bertransformasi menjadi net zero dan yang bisa dijangkau masyarakat dan adil, itu menjadi luar biasa sangat penting," kata Nicke di konferensi internasional Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, belum lama ini.

Pertamina mengeklaim mampu berkontribusi menurunkan emisi sampai 27,08 persen pada 2022 dari baseline tahun 2010. Torehan itu jelas signifikan jika dikomprasi dengan target nasional sebanyak 26 persen. Keinginan Pertamina dalam menggalakkan energi hijau dan berlanjutan juga direalisasikan dalam delapan pilar perseroan. Pilar yang dimaksud berbentuk mengembangkan kilang agar dapat menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan, berupa bioenergi dalam bentuk biomassa dan bietanol serta mengembangkan kapasitas energi panas bumi terpasang dan hidrogen hijau.

Juga, memanfaatkan carbon capture, utilization, and storage (CCUS) di beberapa ladang minyak dan gas untuk tujuan energi hijau maupun inisiatif memaksimalkan gas suar dan progarm langit biru untuk mengajak masyarakat menggunakan bahan bakar rendah emisi karbon.

Nicke pun menegaskan, Pertamina terus berupaya menurunkan karbon sekaligus mendukung upaya pemerintah menegakkan kedaulatan energi. "Pertamina mendorong energi bersih, karena Pertamina menyediakan energi primer dalam bentuk minyak dan gas. Minyak ini kita convert menjadi biofuel, di mana kilang-kilang pertamina menghasilkan BBM kita konversi menjadi green refenery bisa hasilkan 100 persen biodisel kita turunkan karbon emisi luar biasa, sekaligus meningkatkan ketahanan energi, karena sumber daya alammya di kita," ucap Nicke.

Menurut Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina, Atep Salyadi Dariah Saputra, perseroan terus berinovasi mengurangi karbon dengan mengembangkan lini bisnis baru. Kebijakan yang diambil, diwujudkan dengan memproduksi energi baru terbarukan (EBT), membangun EV charging and swapping serta hidrogen biru atau hijau untuk digunakan oleh manufaktur atau transportasi. Selanjutnya, pemberlakuan nature based solutions, memproduksi baterai dan kendaraan listrik, biofuel, serta mengekesekusi bisnis pasar karbon dan CCS/CCUS secara terintegrasi.

"Dekarbonisasi bisnis dilakukan melalui efisiensi energi, peningkatan kapasitas pembangkit listrik ramah lingkungan, pengurangan loss, elektrifikasi armada dan peralatan statik, penangkapan dan penyimpanan karbon (penggunaan sendiri), menggunakan armada dengan bahan bakar rendah atau nol karbon. Upaya menjalankan transisi energi oleh Pertamina ini sekaligus untuk memastikan ketahanan energi Indonesia," kata Salyadi.

Karena itu, Pertamina berkomitmen untuk mengembangkan infrastruktur energi baru dan terbarukan (EBT), yang diharapkan dapat menghasilkan pendapatan sebesar 30-40 miliar dolar AS pada 2060. Pertamina juga melibatkan mitra nasional dan global untuk menjajaki kemitraan dalam program dekarbonisasi dan mempercepat pertumbuhan EBT, sebagai upaya untuk mencapai NZE "Penandatanganan NZEcCommitment sebagai langkah konkret untuk mendukung agenda transisi energi Pemerintah Indonesia dalam mencapai target NZE nasional," ucap Salyadi.

Tiga skenario

Vice President Pertamina Energy Institute, Hery Haerudin menerangkan, terdapat tiga skenario untuk bisa mencapai netral karbon pada 2060. Hery menyampaikan, skenario itu terdiri low transition, market driven, dan green transition, yang mengambil jalan berbeda untuk mencapai NZE yang dilakukan Pertamina pada 38 tahun lagi.

Dia mencontohkan, jika mengambil low transition maka pada 2060 kendaraan listrik penjualannya harus mencapai 80 persen di Indonesia. Pun dengan permintaan bahan bakar minyak (BBM) mencapai puncaknya pada 2047, dan seterusnya permintaan berkurang karena operasional kendaraan tergantikan menggunakan energi baterai. Jika pada 2050 kendaraan roda empat dan dua sudah menggunakan energi berbahan baterai semuanya maka terjadi pengurangan emisi besar-besaran. "Sehingga pada 2060 bisa terjadi dekarbonisasi," kata Hery di webinar 'Pertamina Energy Webinar 2021: Energizing Your Future', belum lama ini.

Tentu saja untuk mewujudkan hal itu Pertamina ikut mendorong penetrasi penggunaan EBT dan sekaligus dibarengi pembangkit listrik menggunakan bahan fosil. Pertamina memang tidak bisa berjalan sendiri, namun bisa mengambil inisiatif awal. Dengan begitu, pelaku industri lain bisa mengikutinya. Jika peta jalan itu semua tercapai maka Indonesia bisa menyumbang penurunan pemanasan global sampai 2,7 dejarat pada 2060.

"Target NZE diperlukan kerja sama dan saling bahu-membahu antara pemerintah, pelaku pengusaha, dan berbagai sektor masyarakat, khususnya energi. Penurunan emisi karbon akan terbantu dengan dua industri saat ini, yaitu pembangkit listrik menggunakan EBT dan transportasi menggunakan listrik," kata Hery.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengapresiasi komitmen Pertamina yang siap menjalankan transisi energi demi mendukung NZE. Menurut dia, langkah perusahaan migas terbesar di Indonesia tersebut demi tercapainya target penurunan emisi hingga 29 persen pada 2030. Salah satu langkah yang ditempuh Pertamina dan mitra adalah berkolaborasi untuk menginisiasi pemanfaatan sumber energi untuk meningkatkan nilai tambah.

"Kita mungkin memulai dari yang kecil, namun kita harus berakhir menjadi besar, agar dapat menciptakan nilai ekonomi dan bermanfaat bagi kehidupan manusia," ujar Arifin usai penandatanganan parallel event Energy Transitions Working Group (ETWG) Presidensi G20 Indonesia di Nusa Dua, Bali, Selasa (30/8/2022).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement