REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso menilai kasus gagal ginjal atipikal pada anak (GGAPA) masuk dalam kasus kejahatan kemanusiaan. Piprim menegaskan, suatu kesalahan besar cemaran Etilen Glikol (EG) serta Dietilen Glikol (DEG) bisa masuk dalam obat sirup.
"Jadi ini saya pinjam kata Bu Penny (Kepala BPOM), ini kejahatan kemanusiaan," kata Piprim dalam konferensi pers secara daring, Rabu (9/11/2022).
Diketahui, EG dan DEG merupakan cemaran yang sebenarnya tidak boleh ada dalam obat sirop atau pun bila ada harus sesuai ambang batas aman. Kasus yang terjadi saat ini adalah cemaran EG dan DEG ditemukan dalam jumlah yang banyak dan melebihi ambang batas aman.
"Jadi memang EG dan DEG tak akan dituliskan di kandungan. Ditulisnya senyawa aktif. Karena, EG dan DEG ini cemaran tidak boleh ada," tegas dia.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI dr Muhammad Syahril mengatakan tidak ada penambahan kasus Gangguan Ginjal Akut hingga kini. Berdasarkan data Kemenkes RI, tercatat 324 kasus, yang terdiri atas 28 kasus dalam perawatan, 194 meninggal dan sembuh 104 kasus.
Penurunan kasus terjadi setelah dikeluarkannya Surat Edaran yang melarang nakes dan apotek untuk memberikan obat cair/sirup pada anak. Syahril mengatakan, hal tersebut merupakan langkah antisipatif yang dilakukan pemerintah, mengingat hasil pemeriksaan terhadap kasus GGAPA yang dilaporkan di 28 provinsi menunjukkan hasil pemeriksaan yang konsisten, faktor risiko terbesar penyebab GGAPA adalah toksikasi dari EG dan DEG pada sirop.
Sejak 18 Oktober jumlah pasien sudah mulai turun terus dan pada bulan November awal tanggal 2 November sampai tanggal 6 November bahkan tidak ada pasien yang bertambah maupun meninggal.
“Dengan kita melarang pemakaian obat di Puskesmas, di dokter-dokter atau tenaga kesehatan, dan penjualan di apotek, serta dengan mendatangkan antidotum maka pasien-pasien yang sedang dirawat itu mengalami perbaikan yang signifikan dan banyak yang sembuh,” ujarnya.
Syahril mengungkapkan, kematian gagal ginjal paling banyak terjadi di usia satu sampai lima tahun. Mayoritas kasus berada pada stadium tiga yang bisa diobati apabila belum betul-betul menjadi stadium yang sangat berat. "Kalau stadium satu dan dua kemungkinan besar semuanya bisa diselamatkan," ujarnya.
Kementerian kesehatan juga terus menekan angka kematian akibat GGAPA dengan memberikan antidotum fomepizole sebagai bagian dari terapi pengobatan pasien. Obat antidotum (penawar) fomepizole injeksi sudah ratusan vial didatangkan dari Singapura, Australia, Kanada, dan Jepang (246 vial). Sebanyak 200 vial antidotum fomepizole juga sudah didistribusikan ke 41 rumah sakit di 34 Provinsi di Indonesia.