REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Gabungan Bareskrim Polri memeriksa 28 orang saksi dalam kasus gagal ginjal akut yang melibatkan PT Afi Farma yang terbukti melanggar aturan menggunakan bahan baku senyawa kimia melebihi ambang batas aman. "Ada 28 orang saksi (yang telah diperiksa)," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (9/11/2022).
Pipit menjelaskan dari 28 saksi tersebut sudah termasuk Direktur PT Afi Farma ikut diperiksa. Selain itu, katanya, untuk pengembangan kasus tersebut penyidik meminta klarifikasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan importir bahan baku obat.
Ia menjelaska npenyidik perlu meminta klarifikasi dari pejabat-pejabat BPOM yang berwenang terkait bahasa-bahasa teknis dalam penyidikan kasus cemaran senyawa kimia dalam bahan baku obat melebihi ambang batas aman. "Klarifikasikan seperti apa yang terjadi permasalahan seperti ini, kan ada bidang-bidangnya, pejabat-pejabat (BPOM) yang membidangi itu yang kami klarifikasi terhadap permasalahan-permasalahan yang kami temukan," kata Pipit.
Penyidik saat ini masih menunggu kesediaan BPOM untuk memberikan klarifikasi. Bareskrim telah berkirim surat terkait hal itudan menyiapkan penyidik untuk bergerak ke BPOM.
"Biar nanti kami harus benar-benar secara objektif dan semua harus transparan terhadap masalah ini biar masalahnya bisa ketemu semua, harus terbuka," kata Pipit.
Selain PT Afi Farma, Penyidik Bareskrim Polri mengembangkan penyelidikan terhadap suplier bahan baku obat kepada PT Universal Pharmaceutical Industries (UPI). Ada tiga perusahaan pemasok bahan baku obat ke PT UPI, yakni PT LS , PT BA, dan PT MSAK.
Penyidik juga mengembangkan penyidikan dengan memeriksa pemasok bahan baku obat untuk PT Afi Farma, yakni PT Tirta Buana Kemindo dan CV Mega Integra. Pipit menambahkan adanya join investigasi antara Polri, Kemenkes, dan BPOM menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penurunan angka kasus gagal ginjal akut seperti yang disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD beberapa waktu lalu.
Selain investigasi, kata dia,adaupaya pencegahan yang dilakukan Kemenkes dan BPOM, termasuk Polri tentang bagaimana mencegah, mengurangi, dan memitigasi apa yang menjadi penyebab, termasuk mendatangkan obat-obat yang bisa membantu penyembuhan.
"Menarik produk-produk yang diduga diproduksi menggunakan bahan tambahan yang diidentifikasi mengandung EG dan DEG itu salah satu pencegahan," kata Pipit.
Sementara itu, BPOM telah mencabut Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan izin edar dari tiga perusahaan farmasi swasta di Indonesia karena terbukti menggunakan bahan baku senyawa kimia melebihi ambang batas aman.
Ketiga perusahaan yang menerima sanksi administrasi itu di antaranya PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma.
Adapun ketiga perusahaan farmasi itu terkait dengan temuan obat sirop yang menggunakan bahan baku pelarut PG dan produk jadi mengandung EG yang melebihi ambang batas aman.
Kemudian hari ini (Rabu), BPOM mengumumkan tambahan dua industri farmasi swasta di Indonesia yang melakukan pelanggaran penggunaan bahan baku obat sirop melampaui ambang batas aman, yakni PT Samco Farma dan PT Subros Farma.