REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Rusia mengirimkan sejumlah senjata dan juga uang tunai senilai lebih dari 140 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,19 triliun ke Teheran pada penghujung Agustus 2022. Kabar ini disampaikan secara anonim oleh otoritas keamanan.
Senjata-senjata yang dikirimkan ke Iran mencakup rudal antitank NLAW dari Inggris, rudal antitank Javelin dari AS, dan rudal antipesawat Stinger. Senjata-senjata ini dikabarkan sebagai senjata sitaan. Menurut laporan, senjata-senjata ini mulanya akan diberikan kepada militer Ukraina tapi jatuh ke tangan Rusia.
Pengiriman senjata-senjata sitaan ini ke Iran dinilai berisiko bagi keamanan. Menurut sumber anonim, Garda Revolusi Iran mempelajari dan bahkan melakukan rekayasa balik terhadap senjata-senjata tersebut.
"Mereka mungkin akan melakukan rekayasa balik dan menggunakan (senjata tersebut) dalam perang berikutnya," jelas sumber keamanan anonim, seperti dilansir Jerusalem Post yang, Rabu (9/11/2022).
Sumber anonim ini juga memberikan beberapa pencitraan satelit kepada Sky News sebagai bukti. Gambar-gambar tersebut menampilkan dua pesawat kargo militer Rusia yang berada di Bandara Mehrabad, Teheran pada 20 Agustus 2022. Berdasarkan gambar, setidaknya salah satu dari pesawat tersebut terbukti membawa drone Iran yang ditujukan untuk Rusia.
Senjata dan uang tunai ini merupakan bentuk pembayaran atas drone bunuh diri yang diberikan Iran kepada Rusia dalam beberapa bulan ke belakang, menurut laporan. Sebagai tambahan, Rusia telah memesan beberapa drone senilai lebih dari 200 juta dolar AS atau sekitar Rp 3,12 triliun dalam beberapa hari ke belakang.
Sebelumnya, AS telah mengeluarkan peringatan bahwa Rusia berencana untuk memperoleh drone dari Iran. Drone tersebut akan digunakan dalam upaya invasi Rusia ke Ukraina. Sejak peringatan dikeluarkan oleh AS, Rusia terbukti menggunakan drone Iran untuk mengirimkan serangan ke Ukraina.
Pada Oktober, Pemimpin Partai Likud Israel Benjamin Netanyahu sempat menentang tuntutan dari Ukraina agar Israel menyediakan senjata antipesawat untuk militer Ukraina. Netanyahu menentang permintaan tersebut karena khawatir senjata yang akan diberikan ke Ukraina berakhir di tangan Iran.
"Ini telah terjadi berulang kali, bahwa senjata yang kami pasok untuk satu peperangan berakhir di tangan Iran untuk menyerang kami," ujar Netanyahu.