REPUBLIKA.CO.ID, HELSINKI -- Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin mengungkapkan, negaranya siap menghadapi berbagai skenario terkait respons Rusia jika negaranya resmi bergabung dengan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Dia mengungkapkan, meskipun tidak ada ancaman “akut” dari Moskow, Finlandia harus memastikan perbatasannya dilindungi.
“Kami siap dalam berbagai jenis skenario. Tidak ada ancaman akut, misalnya ancaman militer terhadap Finlandia atau Swedia. Tetapi kedua negara kami memutuskan untuk bergabung dengan NATO karena agresi Rusia terhadap Ukraina,” kata Marin dalam sebuah wawancara dengan Al Arabiya TV di sela-sela perhelatan United Nations Climate Change Conference (COP27) yang digelar di Sharm el-Sheikh, Mesir, Rabu (9/11/2022).
Dia mengungkapkan, Finlandia memiliki perbatasan yang panjang dengan Rusia. “Jadi tentu saja kami ingin memastikan bahwa apa yang terjadi hari ini di Ukraina tidak akan terjadi di Finlandia,” ujarnya.
Marin mengatakan, salah satu tujuan Finlandia saat ini adalah mencoba mengurangi dampak krisis energi global yang disebabkan invasi Rusia ke Ukraina. “Kami bekerja sama di Uni Eropa (untuk) memastikan bahwa kami dapat memotong harga energi yang tinggi. Dengan cara itu (kita juga bisa) mengatasi Rusia dan tidak (memberikan) pengaruh yang digunakannya sekarang untuk memeras Eropa dengan energi,” ucapnya.
Finlandia dan Swedia saat ini sedang menunggu Turki dan Hungaria untuk meratifikasi aksesi mereka ke NATO. Semua 28 negara anggota NATO lainnya telah menyetujui tawaran tersebut. Finlandia dan Swedia adalah dua negara yang telah mempertahankan kebijakan non-blok selama berdekade-dekade. Invasi Rusia ke Ukraina mendorong kedua negara menanggalkan kebijakan itu dan memutuskan bergabung dengan NATO.