REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri intelijen Iran Esmail Khatib mengingatkan Arab Saudi soal kesabaran Iran yang memiliki batas. Dia menegaskan, tidak ada jaminan Iran akan terus melanjutkan kesabaran strategisnya.
"Hingga saat ini, Iran telah mengadopsi kesabaran strategis dengan rasionalitas yang tegas, tetapi tidak dapat menjamin bahwa kesabaran tersebut tak akan habis jika permusuhan berlanjut," kata Khatib, seperti dilansir The New Arab, Kamis (10/11).
Bahkan Khatib juga memperingatkan, ketika Iran melakukan pembalasan maka stabilitas Saudi akan terkoyak-koyak. "Jika Iran memutuskan untuk membalas dan menghukum, istana kaca akan runtuh dan negara-negara ini tidak akan mengalami stabilitas lagi," tambahnya.
Iran menuduh musuh asing mengobarkan kerusuhan yang berkecamuk sejak kematian wanita Kurdi Mahsa Amini dalam tahanan polisi pada September lalu setelah penangkapannya. Amini diduga mengenakan jilbab 'secara tidak benar'.
Protes yang dilakukan warga Iran dari semua lapisan masyarakat telah menjamur menjadi salah satu tantangan terbesar bagi para pemimpin ulama Iran sejak Revolusi Islam 1979. Bulan lalu, kepala Pengawal Revolusi Iran Hossein Salami memperingatkan Arab Saudi untuk mengontrol medianya.
"Saya memperingatkan keluarga penguasa Saudi. Perhatikan perilaku Anda dan kendalikan media ini. Jika tidak, Anda akan membayar harganya. Ini adalah peringatan terakhir kami karena Anda mencampuri urusan negara kami melalui media ini. Kami katakan, hati-hati," kata Salami.
Iran juga membantah bahwa peringatan yang disampaikannya merupakan ancaman bagi Arab Saudi setelah The Wall Street Journal melaporkan bahwa Riyadh telah berbagi informasi intelijen dengan Amerika Serikat untuk memperingatkan adanya serangan dari Iran terhadap target di Kerajaan itu.
Kekhawatiran yang meningkat tentang potensi serangan terhadap Arab Saudi datang ketika pemerintahan AS di bawah Presiden Joe Biden mengkritik Teheran atas tindakan kerasnya terhadap protes yang meluas. AS juga mengutuk Iran karena mengirim ratusan drone termasuk dukungan teknis ke Rusia untuk digunakan dalam perangnya di Ukraina.
"Kami prihatin dengan gambaran ancaman, dan kami tetap berhubungan terus-menerus melalui saluran militer dan intelijen dengan Saudi. Kami tidak akan ragu untuk bertindak dalam membela kepentingan dan mitra kami di wilayah," kata Dewan Keamanan Nasional AS dalam sebuah pernyataan.