REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada zaman Nabi Muhammad SAW, sahabat perempuan (shahabiyah) berbaur dan hidup bersama dengan kaum laki-laki. Mereka belajar, mendakwahkan Islam dan berhijrah bersama dengan kaum laki-laki, juga saling bahu-membahu dan melengkapi dalam menjalani kehidupan bersama dengan suaminya.
Tidak sedikit pula shahabiyah yang ikut terjun ke medan perang, membantu pasukan umat Islam. Terkadang mereka tidak hanya berfungsi sebagai tenaga medis dan penyuplai logistik, tetapi juga ikut memanggul senjata dan ikut berperang. Beberapa nama di antaranya adalah Nusaibah binti Ka’ab, Rubayyi’ binti Muadz, Ummu Sulaim, Rufaidah al-Aslamiyah, Shafiyah (bibi Nabi), Sayyidah Fatimah (putri Nabi), serta Asma’ binti Yazid.
Asma’ binti Yazid merupakan salah satu shahabiyah yang dikenal berani, kritis dan piawai dalam berbicara. Ia kerap menjadi wakil kaum perempuan jika ingin menanyakan sesuatu kepada Nabi Muhammad SAW, namun mereka tidak berani atau sungkan mengutarakannya.
Suatu ketika, Asma binti Yazid mendatangi majelis Nabi Muhammad untuk menanyakan suatu perkara.Di tengah-tengah acara, ia mengangkat tangan dan mengungkapkan isi pikirannya, sebagaimana pikiran kaum hawa lainnya.
Kepada Rasulullah SAW, ia mengajukan protes karena merasa kaum laki-laki lebih diutamakan dalam hal beribadah dari pada kaum perempuan. Mereka (laki-laki) dapat shalat berjamaah di masjid, berperang di jalan Allah, menyaksikan jenazah, maupun mengerjakan amal lainnya yang tidak dikerjakan perempuan.
Sementara, kala itu perempuan ‘hanya’ menjadi penunggu rumah, menjadi pelepas nafsu laki-laki, mendidik anak dan menjaga harta benda suami. Padahal, bukan kah Nabi Muhammad SAW diutus Allah untuk laki-laki dan perempuan. "Apakah kami mendapatkan pahala yang sama dengan mereka, wahai Rasulullah?" tanya Asma binti Yazid saat itu.
Disebutkan Nizar Abazhah dalam Sejarah Madinah (2017), Nabi Muhammad kagum dengan ucapan, pikiran dan pertanyaan Asma binti Yazid tersebut. Nabi menilai, apa yang disampaikan Asma itu sangat bagus.
Kepada para sahabatnya, Nabi Muhammad lantas kembali bertanya, "Apakah mereka pernah mendengarkan seorang perempuan bertanya tentang agamanya dengan pertanyaan yang lebih baik dari pada Asma binti Yazid tersebut?". Mereka menjawab tidak.
"Kembalilah Asma, katakan kepada wanita-wanita di belakangmu bahwa bergaul baik dengan suami, mencari ridhanya dan mengikuti petunjuknya setara pahalanya dengan semua yang kau sebutkan tadi," jawab Nabi Muhammad.
Dituliskan dalam situs resmi PBNU, mendengar jawaban ini Asma pun menjadi bahagia usai mendengar. Ia kemudian meninggalkan majelis dan pulang dengan mengucapkan ‘La ilaha illa Allah’ dan takbir.
Tidak hanya saat itu, Asma binti Yazid juga langsung mendatangi Nabi Muhammad SAW manakala ada persoalan keagamaan yang ia atau kaum perempuan lainnya hadapi saat itu. Misalnya, dia pernah bertanya kepada Nabi Muhammad perihal tata cara bersuci dari dari haid bagi perempuan. Ia tidak malu menanyakan hal itu karena menganggapnya sebagai sebuah hak dan kesucian.
Tidak hanya dikenal berani mengutarakan pemikirannya sendiri dan ‘unek-unek’ shahabiyah kepada Nabi, Asma binti Yazid juga seorang perempuan yang berani turun ke medan perang. Dia tercatat menjadi salah satu shahabiyah yang ikut ambil bagian dalam Perang Yarmuk, yang ketika itu dia diriwayatkan berhasil membunuh sembilan tentara Romawi.
Asma binti Yazid wafat pada 30 H atau 17 tahun setelah mengikuti Perang Yarmuk. Sepanjang hidupnya, dia berhasil meriwayatkan 81 hadits Nabi Muhammad. Di antara ulama hadits terkemuka yang meriwayatkan hadits dari Asma binti Yazid di antaranya Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah.