Jumat 11 Nov 2022 14:54 WIB

Puluhan Warga Tasikmalaya Diduga Jadi Korban Penipuan

Setiap korban mengalami kerugian masing-masing Rp 10 juta hingga Rp 20 juta.

Rep: Bayu Adji P / Red: Agus Yulianto
Pinjaman online (pinjol) ilegal
Foto: Tim infografis Republika
Pinjaman online (pinjol) ilegal

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Puluhan warga di Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, diduga menjadi korban penipuan menggunakan akun pinjaman online atau pinjol. Para korban itu kemudian melaporkan kasus tersebut ke aparat kepolisian.

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Kepolisian Resor (Polres)Tasikmalaya, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Ari Rinaldo, mengatakan, pihaknya kedatangan sekitar 50 orang warga yang mengaku menjadi korban investasi pada Selasa (8/11/2022). Para korban itu melaporkan kasus tersebut kepada aparat kepolisian.

"Kami baru menerima laporan awal. Nanti kami cek kerugian yang dialami," kata dia, Kamis (10/11/2022).

Dia mengatakan, berdasarkan laporan awal yang diterima aparat kepolisian, setiap korban mengalami kerugian masing-masing Rp 10 juta hingga Rp 20 juta. Polisi disebut masih akan melengkapi laporan itu untuk memastikan total kerugian yang dialami para korban.

"Ini baru laporan awal. Setelah ini, mungkin akan kami periksa saksi. Jadi kita dapat pastikan, ini investasi, MLM, atau lainnya. Jadi masih dalam pendalaman," kata Ari.

Salah seorang korban penipuan yang enggan disebutkan namanya mengaku, awalnya ditanya kepemilikan akun pinjol. Karena tidak punya, perempuan berusia 21 tahun itu diminta mengunduh dan mendaftar di aplikasi pinjol, seperti Shopee Pay Later atau Akulaku.

"Sama dia dikasih kontak admin untuk dikasih tahu caranya. Kami terus daftar, ajukan limit. Pertama awalnya limit Rp 2 juta," kata perempuan itu, Jumat (11/11/2022).

Setelah itu, dia diminta membeli barang (check out) di toko yang telah ditentukan oleh admin. Setelah barang dikirim, ia diminta memberikan barang itu kepada admin. Dari sana, dia mendapat komisi sekitar 10 persen dari total harga barang tersebut.

Menurut dia, awalnya pembayaran tagihan cicilan itu dibayarkan oleh admin. Setelah cicilan lunas, para korban diminta check out barang lainnya yang di toko yang disarankan admin.

"Lalu ada kabar ini. Cicilan kami juga belum dibayar," kata dia.

Menurut dia, di grupnya, terdapat 12 orang dengan yang menjadi korban. Para korban mengaku, sering diteror oleh debt collector karena tagihannya belum dibayar.

"Kalau sudah jatuh tempo, diteror. Kami resah sekali. Harapannya, mudah-mudahan ini bisa segera diungkap. Kami bersedia mengembalikan uang, tapi cicilan dilunasin," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement