REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Para pemimpin negara-negara Asia Tenggara memulai pertemuan puncak tahunan pada Jumat (11/11/2022) di Phnom Penh Kamboja. Isu Myanmar kemungkinan besar akan mendominasi menyusul kekerasan dan kembuntuan bagi politik Myanmar yang juga merupakan anggota Perhimpunan Bangsa-Bsangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Beberapa perwakilan ASEAN menyalahkan penguasa militer Myanmar karena gagal menerapkan rencana perdamaian yang disepakati bersama tahun lalu. Kesepakatan yang disebut Lima Poin Konsensus berisi pengakhiran permusuhan dan perizinan akses utusan khusus dan bantuan.
Perdana Menteri Kamboja dan tuan rumah KTT ASEAN Hun Sen berbicara pada upacara pembukaan Jumat dengan seruan untuk kewaspadaan dan kebijaksanaan selama masa gejolak ekonomi dan geopolitik. "Kita sekarang berada pada titik yang paling tidak pasti; kehidupan jutaan orang di wilayah kita bergantung pada kebijaksanaan dan pandangan ke depan kita," kata Hun Sen.
"Kami telah menempuh perjalanan panjang sebagai organisasi regional, sebagai keluarga dan sebagai saudara dan saudari," kata Hun Sen dalam pidato pembukaannya.
Dia meminta negara-negara ASEAN untuk fokus pada mempertahankan persatuan, solidaritas, dan sentralitas ASEAN. ASEAN pekan lalu mengulangi komitmennya terhadap konsensus perdamaian lima poin, tetapi beberapa anggota telah mendorong sikap yang lebih kuat. Para pemimpin dari sembilan negara lain di blok itu yakni Brunei, Kamboja, Laos, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam hadir pada pertemuan di Phnom Penh.
Topik lain yang akan dibahas pada KTT ASEAN akan mencakup eskalasi ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan dan konflik teritorial dengan China di Laut China Selatan. Pemulihan ekonomi kawasan dari pandemi virus corona dan dampak perang Rusia-Ukraina juga diperkirakan akan disinggung dalam pertemuan tersebut.