REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dignity Indonesia, sebuah organisasi pemerhati pemilu, mendorong masyarakat, yang namanya dicatut sebagai anggota partai politik, untuk membuat laporan ke pihak kepolisian. Pasalnya, tindakan pencatutan itu sudah masuk ranah pidana.
"Seharusnya terkait pencatutan nama dan sebagainya itu kan sudah bisa ditindaklanjuti ke ranah pidana. Apalagi sekarang ada UU Perlindungan Data Pribadi yang bisa jadi instrumen untuk menindak tegas partai yang melakukan pencatutan," kata Direktur Dignity Indonesia Jefry Adriansyah kepada wartawan, Sabtu (12/11/2022).
"Orang menyebarkan data pribadi di grup WhatsApp saja bisa kena oleh UU PDP, apalagi partai yang mencatut," imbuhnya.
Jefry mengatakan, meski kasus ini bisa dipidanakan, tapi masyarakat korban pencatutan selama ini cenderung enggan membuat laporan. "Jadi prasyarat hukum formilnya tidak bisa dipenuhi," katanya.
Untuk mencegah percatutan kembali terjadi di masa yang akan datang, Jefry mendorong agar DPR merevisi UU Pemilu dan memuat sanksi tegas bagi partai yang melakukan pencatutan. Sanksinya bisa berupa didiskualifikasi sebagai calon peserta pemilu apabila ketahuan melakukan pencatutan.
"Misalnya kalau kedapatan mencatut 20 nama warga, partainya didiskualifikasi. Bahkan kalau mencatut satu nama warga saja, bisa didiskualifikasi kenaka tidak," ujarnya.
Untuk diketahui, pencatutan ini dilakukan partai dengan memasukkan identitas KTP warga tanpa izin sebagai anggota partai di dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Sipol adalah sebuah platform yang disediakan KPU bagi partai untuk mengirimkan dokumen syarat pendaftaran peserta Pemilu 2024.
KPU RI sebenarnya sudah meminta partai menghapus nama warga yang dicatut saat tahap verifikasi administrasi. Tetapi, pencatutan nama warga kembali ditemukan saat tahapan verifikasi faktual keanggotaan sembilan partai di seluruh Indonesia.
Sembilan partai yang menjalani verifikasi faktual adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Perindo, PBB, Partai Hanura, dan Partai Ummat. Lalu Partai Buruh, Partai Garuda, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), dan Partai Gelora.
Pencatutan nama warga itu misalnya ditemukan di Bali. Komisioner KPU Kabupaten Jembrana, Bali, Made Widiastra menyampaikan, terdapat belasan kasus pencatutan nama warga yang ditemukan saat verifikasi faktual di wilayahnya. "Pencatutan dilakukan oleh hampir semua partai yang ikut verifikasi faktual," kata Widiastra kepada Republika di Denpasar, Sabtu (5/11/2022).
Merespons temuan itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan, pihaknya hanya melakukan dua hal terhadap partai yang melakukan pencatutan. Pertama, menyatakan partai itu Tidak Memenuhi Syarat (TMS) verifikasi faktual. Kedua, meminta partai menghapus nama warga yang dicatut dari Sipol.
Adapun penjatuhan sanksi terhadap partai adalah kewenangan Bawaslu RI. "Kalau dianggap melanggar pidana atau tidak, melanggar administrasi, itu ada di tangan Bawaslu," kata Hasyim kepada wartawan, Senin (7/11/2022).
Adapun Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja pada Selasa (8/11/2022), menyebut pihaknya hanya bisa memberikan sanksi administratif kepada partai. Sanksi bisa diberikan atas putusan sidang yang digelar setelah ada laporan dari masyarakat.
Terkait menindaklanjuti kasus pencatutan ke ranah pidana, Bagja menyebut pencatutan tidak masuk ranah pidana pemilu, tapi masuk ranah pidana umum. Karena itu, masyarakat harus melaporkannya sendiri ke polisi.