REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MbS) menerima panggilan telepon dari Presiden Prancis Emmanuel Macron. Hal ini dilaporkan kantor berita resmi Saudi Press, sebagaimana dikutip Al Arabiya, Ahad (13/11/2022).
Kedua pemimpin tersebut membahas berbagai langkah untuk meningkatkan hubungan bilateral antara negara mereka dalam kerangka kemitraan strategis mereka. Termasuk isu-isu penting global dan regional yang mendesak dan meninjau upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas.
Pangeran MbS dalam percakapan telepon itu, juga memuji pernyataan Macron atas dukungan negaranya untuk keamanan dan stabilitas di kawasan, serta penolakan Macron terhadap ancaman terhadap stabilitas kawasan. MbS dan Macron juga bertukar pandangan tentang sejumlah masalah yang menjadi kepentingan bersama.
Kedua pemimpin memang telah menunjukkan kedekatan mereka. Akhir Juli 2022 lalu, Pangeran MbS melakukan kunjungan ke Prancis dan disambut oleh Presiden Macron. Kunjungan saat itu adalah bagian dari upaya Barat menarik negara penghasil minyak itu di tengah perang Ukraina dan buntunya negosiasi perundingan nuklir dengan Iran.
Namun tokoh oposisi dan kelompok hak asasi manusia Prancis mengkritik keputusan Macron mengundang MbS makan malam di Elysee Palace. Pemimpin-pemimpin Barat yakin penguasa de facto Arab Saudi itu bertanggung jawab atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi 2018 lalu.
Pandangan tersebut dibantah Juru bicara pemerintah Prancis Oliver Veran. Ia mengatakan presiden Prancis tidak menyampingkan nilai-nilai negaranya saat berbicara dengan pemimpin Arab Saudi. "(Tetap akan dipegang) sambil berusaha mendapatkan akses minyak untuk seluruh dunia," katanya.
Menurut Macron Arab Saudi sangat penting untuk dialog damai di Timur Tengah antara Iran dan AS. Walaupun perundingan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir 2015 masih mengalami kebuntuan dan tidak ada tanda-tanda akan adanya terobosan.
Prancis adalah salah satu pemasok senjata terbesar Riyadh. Namun Prancis juga ditekan untuk meninjau ulang penjualan senjata karena krisis kemanusian di Yaman yang merupakan terburuk di dunia. Sejak 2015 lalu koalisi Arab Saudi memerangi pemberontak Houthi yang didukung Iran di negara itu.
Pada Desember 2021 lalu, Macron adalah pemimpin negara Barat pertama yang mengunjungi Arab Saudi sejak pembunuhan Khashoggi. Ia membantah kritik keterlibatannya dengan MbS. Macron mengatakan Arab Saudi terlalu penting untuk diabaikan.