Senin 14 Nov 2022 08:10 WIB

Raja Yordania Berjanji Jadikan Palestina Mitra Penting Regional

Masalah Palestina hanya bisa diselesaikan lewat solusi yang adil dan komprehensif.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
 Presiden Palestina Mahmoud Abbas, kanan menerima Raja Yordania Abdullah II, di kota Ramallah, Tepi Barat, Senin, 28 Maret 2022.
Foto: AP/Nasser Nasser
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, kanan menerima Raja Yordania Abdullah II, di kota Ramallah, Tepi Barat, Senin, 28 Maret 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Raja Yordania Abdullah II kembali menegaskan dukungan untuk Palestina dan berjanji melibatkan mereka dalam proyek-proyek regional. Hal itu disampaikan saat Benjamin Netanyahu, yang kembali terpilih sebagai perdana menteri, telah dimandatkan untuk membentuk pemerintahan baru di Israel.

Saat berbicara di parlemen Yordania pada Ahad (13/11/2022), Raja Abdullah II mengatakan, masalah Palestina hanya bisa diselesaikan lewat solusi yang adil dan komprehensif. Hal itu dapat dimulai dengan mengakhiri pendudukan Israel.

Baca Juga

“Tidak adanya cakrawala untuk solusi politik tidak boleh menghalangi kita untuk mendukung saudara dan saudari Palestina kita secara ekonomi, memperkuat ketegaran mereka di tanah mereka, serta membantu mereka menegakkan hak-hak sah mereka,” kata Raja Abdullah II, dikutip Anadolu Agency.

Dia pun berjanji akan terus melibatkan Palestina sebagai mitra regional. “Karena kami yang paling dekat dengan mereka (Palestina), kami akan berusaha menjadikan mereka mitra penting dalam proyek-proyek regional. Kami tidak menerima marginalisasi mereka, dan kami tegaskan bahwa pemberdayaan ekonomi bukanlah pengganti solusi politik,” ucapnya.

Pada Ahad lalu, Presiden Israel Isaac Herzog telah secara resmi menugaskan Benjamin Netanyahu untuk membentuk pemerintahan baru negara tersebut. Netanyahu kembali merebut kursi perdana menteri setelah partainya, Likud, dan koalisinya memenangkan pemilu parlemen Israel. Netanyahu diketahui merupakan tokoh sayap kanan yang menentang pembentukan negara merdeka Palestina. 

Dalam lingkup koalisi Netanyahu, terdapat tokoh kontroversial, yakni Itamar Ben-Gvir. Dia merupakan tokoh sayap kanan dan kandidat teratas dari partai Religious Zionism. Ben-Gvir telah berulang kali dihukum atas dakwaan menghasut dan mendukung kelompok teror. Ia sempat mengutarakan keinginannya untuk menjabat di Kementerian Keamanan Publik Israel. Sejumlah pihak telah memperkirakan, jika Ben-Gvir berhasil memimpin Kementerian Keamanan Publik Israel, setiap kebijakan dan tindak tanduknya berpotensi mengobarkan ketegangan dengan Palestina.

Pada masa pemerintahan Netanyahu sebelumnya, tepatnya pada September 2020, Israel, dengan bantuan mediasi Amerika Serikat (AS), berhasil mencapai kesepakatan normalisasi diplomatik dengan empat negara Arab, yakni Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), Sudan, dan Maroko. Normalisasi itu bisa dibilang merupakan pencapaian monumental dalam karier politik Netanyahu. Sebab pemulihan hubungan dengan empat negara Arab itu sebenarnya memunggungi Prakarsa Perdamaian Arab.

Dalam prakarsa itu, negara-negara Arab menyatakan, mereka hanya akan menjalin atau membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika Palestina merdeka dan Yerusalem Timur menjadi ibu kotanya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement