REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu hadir di Pengadilan Negeri Makassar pada Senin (14/11). Satu-satunya terdakwa kasus pelanggaran HAM berat Paniai itu akan mendengar pembacaan surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang yang disiarkan secara virtual ini dimulai sekitar pukul 09.20 WIB. Hakim ketua Sutisna Sawati awalnya menanyakan kondisi kesehatan Isak.
"Saudara terdakwa sehat?" tanya Sutisna dalam persidangan itu.
"Sehat," jawab Isak.
Sutisna lantas menyampaikan bahwa sidang agenda pembacaan tuntutan sudah bisa dimulai. "Berarti sidang bisa kita lanjutkan kembali,sesuai dengan berita acara sidang yang lalu, hr ini acaranya adalah pembacaan tuntutan dari penuntut umum," ujar Sutisna.
Sutisna juga menanyakan kesiapan JPU dalam pembacaan surat tuntutan ini.
"Penuntut umum sudah siap?" tanya Sutisna.
"Siap Yang Mulia," jawab JPU.
"Terdakwa dengarkan baik-baik penuntut umum akan membacakan tuntutannya," ucap Sutisna.
Selain itu, Sutisna mengimbau, agar JPU mempercepat pembacaan surat tuntutan guna menghemat waktu. "Barangkali ada beberapa hal yang nggak perlu dibacakan, keterangan saksi, terdakwa karena sudah," ucap Sutisna.
Peristiwa Paniai Berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Kabupaten Paniai. Peristiwa itu terkait dengan aksi personel militer dan kepolisian saat pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada 7-8 Desember 2014.
Aksi unjuk rasa tersebut berujung pembubaran paksa dengan menggunakan peluru tajam. Empat orang tewas dalam pembubaran paksa itu adalah
Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei.
Isak Sattu didakwa melanggar Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Isak juga diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.