REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu mengatakan pada Senin (13/11/2022), polisi telah menahan 22 tersangka, termasuk orang yang menanam bom di jalan perbelanjaan utama Istanbul Istiklal Avenue. Dia pun menyalahkan kelompok Kurdi atas ledakan yang menewaskan enam orang.
Soylu mengatakan perintah untuk menyerang Istiklal Avenue diberikan di Kobani, sebuah kota di Suriah utara. Pasukan Turki telah melakukan operasi terhadap People's Defense Units (YPG) Kurdi Suriah dalam beberapa tahun terakhir. "Kami telah mengevaluasi bahwa instruksi untuk serangan datang dari Kobani," kata Soylu, menambahkan bahwa pengebom telah melewati Afrin, wilayah lain di Suriah utara.
"Orang yang melakukan kejadian, meninggalkan bom, ditahan. Sebelumnya, sekitar 21 orang lainnya telah ditahan," kata Soylu.
Laporan berita televisi menunjukkan gambar seseorang yang tampaknya seorang perempuan meninggalkan paket di bawah petak bunga yang ditinggikan di Istiklal Avenue. Serangan ini memicu kekhawatiran bahwa Turki dapat menjadi sasaran lebih banyak pemboman dan serangan, seperti serangkaian serangan yang dideritanya antara pertengahan 2015 hingga 2017.
Istanbul telah menjadi sasaran di masa lalu oleh militan Kurdi, Islamis, dan sayap kiri. Sebuah cabang dari Kurdistan Workers Party (PKK) mengklaim pemboman kembar di luar stadion sepak bola Istanbul pada Desember 2016. Serangan ini menewaskan 38 orang dan melukai 155 lainnya.
Ratusan orang melarikan diri dari area lokasi yang bersejarah setelah ledakan pada Ahad (12/11/2022), saat ambulans dan polisi bergegas masuk. Daerah di distrik Beyoglu di kota terbesar Turki ini seperti biasa pada akhir pekan penuh sesak dengan pembeli, turis, dan keluarga.
Rekaman video yang diperoleh Reuters menunjukkan momen ledakan terjadi pada pukul 16.13 waktu setempat. Ledakan mengirimkan puing-puing ke udara dan meninggalkan beberapa orang tergeletak di tanah, sementara yang lain tersandung. Keenam korban meninggal dunia dalam serangan itu adalah warga negara Turki.
Turki mengatakan YPG yang didukung Amerika Serikat (AS) di Suriah, adalah sayap PKK. Turki telah melakukan tiga serangan di Suriah utara terhadap YPG, dengan yang terbaru pada 2019, merebut ratusan kilometer tanah. Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan tahun ini, bahwa Ankara akan kembali menargetkan YPG.
PKK telah memimpin pemberontakan melawan Turki sejak 1984 dan lebih dari 40 ribu orang tewas dalam bentrokan. PKK dianggap sebagai organisasi teroris oleh Turki, Uni Eropa, dan AS.