Senin 14 Nov 2022 16:45 WIB

Bank Dunia: Kebijakan Pemulihan tak Boleh Kurangi Kesetaraan Gender

Pandemi Covid-19 sebenarnya telah memperluas gap atau kesenjangan kesetaraan gender

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kanan) dan Direktur Kebijakan dan Kemitraan Pembangunan Bank Dunia Mari Elka Pangestu dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di Nusa Dua, Bali. Ilustrasi.
Foto: ANTARA/POOL/Sigid Kurniawan
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kanan) dan Direktur Kebijakan dan Kemitraan Pembangunan Bank Dunia Mari Elka Pangestu dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di Nusa Dua, Bali. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA - Direktur Pelaksana Pengembangan Kebijakan dan Kerja Sama Bank Dunia Mari Elka Pangestu menyatakan kebijakan yang dirancang untuk memulihkan global dari krisis termasuk pandemi Covid-19 tidak boleh mengurangi kesetaraan gender.

"Dalam merancang kebijakan dan merespons pandemi, kita tidak (boleh) membalikkan kemajuan yang telah kita buat dalam mengurangi kesenjangan gender," katanya dalam B20 Summit Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11/2022).

Baca Juga

Mari mengatakan pandemi Covid-19 sebenarnya telah memperluas gap atau kesenjangan kesetaraan gender karena dampaknya lebih besar terjadi terhadap perempuan dibandingkan laki-laki. Ia merinci dampak pandemi lebih besar kepada perempuan karena sebagian besar tenaga kesehatan adalah perempuan. Selain itu pelayanan kesehatan sangat terfokus pada penanganan pandemi sehingga layanan kesehatan kepada perempuan tidak diberikan.

Layanan kesehatan yang minim diberikan kepada perempuan sepanjang pandemi tersebut pada akhirnya menyebabkan tingkat kematian ibu lebih tinggi. "Bahkan banyak kekerasan terhadap perempuan dan meningkat," ujar Mari.

Perempuan pun lebih cenderung kehilangan pekerjaan karena harus tinggal di rumah untuk mengurus anak-anaknya yang tidak bersekolah serta orang tua lanjut usia. Terlebih lagi, bisnis milik perempuan cenderung tutup karena mereka sibuk mengurus keluarganya.

Perusahaan yang mampu bertahan selama pandemi juga karena mereka mampu mengadopsi teknologi digital sedangkan bisnis milik perempuan kurang mampu beradaptasi dengan teknologi digital. "Itulah yang terjadi selama pandemi, itu mencerminkan masalah yang dihadapi perempuan," katanya.

Oleh sebab itu, Mari menegaskan kebijakan yang dirancang untuk pemulihan harus sekaligus mampu mengakomodasi kebutuhan kesejahteraan perempuan. Contoh kebijakan pemulihan yang mendukung kesejahteraan perempuan adalah dengan memastikan bahwa layanan kesehatan untuk wanita pasti diberikan.

Kebijakan pemberian perlindungan sosial juga termasuk mementingkan kesejahteraan perempuan karena mayoritas dari mereka memilih untuk kelaparan karena memilih memberikan makanan kepada keluarga daripada untuk diri sendiri. "Jadi itu yang lain, seperti memilukan. Itulah mengapa Anda perlu memiliki program perlindungan sosial," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement