Senin 14 Nov 2022 16:46 WIB

Dua Hakim Agung Ditangkap KPK, KY Jawab Kritik Atas Proses Seleksi

Sudrajad Dimyati dan GS merupakan hakim yang direkrut tanpa pertimbangan dari MA. 

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Juru bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Ginting di ruang kerjanya.
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Juru bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Ginting di ruang kerjanya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) menanggapi kritik atas sistem rekrutmen hakim agung usai dua hakim agung di Mahkamah Agung (MA) menjadi tersangka dugaan kasus suap penanganan perkara. KY menegaskan, agar publik mendudukkan perkara ini secara berimbang. 

Juru Bicara KY Miko Ginting mengakui, proses seleksi Calon Hakim Agung (CHA) yang digelar lembaganya masih terdapat kekurangan. Sehingga, proses itu, terus diperbaiki di setiap periodenya. Salah satu inovasi seleksi CHA ialah pelibatan masyarakat dalam sesi wawancara. 

"Perlu diletakkan berimbang, KY tidak nyatakan rekrutmen CHA sempurna, ini terus disempurnakan dari sisi kompetensi, partisipasi publik. Kalau dari seleksi terakhir ada ruang publik hadir dalam seleksi wawancara. Itu satu bagian untuk sempurnakan seleksi," kata Miko dalam konferensi pers vitual KY pada Senin (14/11). 

Miko menegaskan, perilaku koruptif hakim agung tak bisa hanya disalahkan kepada KY selaku penyelenggara seleksi. Dia menampik, lemahnya seleksi KY menyebabkan ada individu bermental korup lolos CHA. 

Mantan Ketua MA Haripin A Tumpa menjadi salah satu yang mengkritik sistem rekrutmen hakim agung. Haripin menyebut, 

Sudrajad Dimyati dan GS merupakan hakim yang direkrut tanpa pertimbangan dari MA karena hanya melewati seleksi KY. 

"Ada yang sampaikan beberapa pihak, perilaku menyimpang karena pola rekrutmen yang salah," ujar Miko. 

Padahal Miko menyebut perilaku koruptif hakim agung bisa saja terjadi karena faktor lain. "Banyak faktor, misal faktor sistem, individu orangnya atau lingkungannya berpengaruh jtu yang perlu dianalisis secara berimbang biar tahu dimana salahnya? apakah seleksi, individu?, sistem?, lingkungan?. Letakkan kesalahan pada rekrutmen tidak tepat," lanjut Miko. 

Miko lantas balik menyentil proses seleksi pegawai MA. Sebab, mereka yang terjerat OTT KPK dalam kasus penanganan perkara kali ini justru lebih banyak pegawai hasil rekrutan MA. 

"Dalam OTT, yang kena justru banyak yang non hakim agung, justru ini jadi pertanyaan ini rekrutmen oleh siapa?" ucap Miko. 

Sebelumnya, KPK telah menahan para tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Lembaga antirasuah ini menetapkan sebanyak 10 orang sebagai tersangka.

Enam di antaranya merupakan pejabat dan staf di MA. Mereka adalah Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati (SD); Hakim Yudisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP); dua orang PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua PNS MA, yaitu Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Empat tersangka lainnya, yakni dua pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta dua pihak swasta/debitur koperasi simpan pinjam Intidana (ID), Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Dalam kasus ini, Sudrajad diduga menerima sejumlah uang suap untuk memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang. Gugatan ini diajukan oleh dua debitur koperasi simpan pinjam Intidana (ID), yaitu Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.

Selain itu, dikabarkan baru-baru ini KPK menciduk satu tersangka lagi sebagai pengembangan atas kasus penanganan perkara di MA berinisial GS. Namun KPK tak kunjung merilis penangkapan tersebut hingga Senin sore ini. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement