REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Silk Road Fund (SRF) China dan Indonesia Investment Authority (INA) mengambil 40 persen saham di anak perusahaan farmasi milik negara Indonesia PT Kimia Farma. Investasi tersebut sebesar Rp 1,86 triliun atau 120 juta dolar AS.
Dilansir dari dealstreetasia pada Senin (14/11/2022), Kimia Farma akan menggunakan uang itu untuk ekspansi bisnis dan modal kerja. Pada Juli 2022, SRF menandatangani perjanjian dengan Indonesia untuk berinvestasi sekitar 3 miliar dolar AS di Indonesia, terutama di perusahaan yang mempromosikan konektivitas ekonomi antara kedua negara.
Kedua investor tersebut juga akan berpartisipasi dalam rights issue Kimia Farma yang telah disetujui dalam rapat umum pemegang saham bulan lalu. Perseroan berencana melepas 25 persen sahamnya ke publik dalam penerbitan tersebut, dengan target penggalangan dana sekitar Rp 4,5 triliun atau 292,76 juta dolar AS.
Dana tersebut akan digunakan untuk mendukung rencana ekspansi dan meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia. Pascatransaksi, kepemilikan Bio Farma di Kimia Farma akan berkurang, namun tetap memiliki saham mayoritas di perusahaan tersebut. Bio Farma, badan usaha milik negara Indonesia, memegang 90,02 persen saham Kimia Farma, sedangkan sisanya dimiliki oleh investor publik.
Direktur Utama Kimia Farma, David Utama, mengatakan, adanya investasi dari INA dan SRF maka perseroan dapat memperluas jaringan bisnisnya hingga ke mancanegara. "Investasi juga akan memperkuat Bisnis Kimia Farma meliputi farmasi, bahan baku, manufaktur, farmasi dan layanan kesehatan. Saat ini, memiliki 10 pabrik, 48 pusat distribusi, 1.187 toko farmasi ritel, 410 layanan kesehatan dan 72 laboratorium diagnostik," kata dia.
Pada semester I 2022, pendapatan Kimia Farma turun 20,4 persen secara tahunan menjadi Rp 4,4 triliun. Pada periode yang sama, Kimia Farma mengalami kerugian sebesar Rp 205,12 miliar, dibandingkan dengan laba Rp 57,6 miliar pada Semester I 2021 karena penurunan permintaan setelah pandemi.