REPUBLIKA.CO.ID, SORONG -- Penjabat Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw mengatakan, sangat aneh jika sayur mayur yang dikonsumsi masyarakat di provinsi tersebut masih didatangkan dari daerah di luar Papua. Sedangkan lahan di Papua Barat begitu subur.
"Namun ini kenyataan, dan konsep pemikiran seperti ini harus diubah. Jangan sebut Papua sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi kalau sayur mayur sebagian besar didatangkan dari Sulawesi dan Maluku," kata Waterpauw saat rapat pengendalian inflasi di Kota Sorong, Senin (14/11/2022).
Dia mengatakan, hal ini harus menjadi perhatian serius bagi seluruh pemerintah kabupaten dan kota di wilayah Papua Barat untuk menggerakkan sektor pertanian. Seluruh organisasi perangkat daerah diharapkan bekerja dan terus mengedukasi masyarakat agar mengubah pola pikir, yaitu tidak malas di atas tanah yang subur ini.
Waterpauw mengatakan, inflasi dan prediksi krisis pada 2023 membayangi kehidupan. Hal itu menuntut semua orang bergerak maju memperkuat sektor pertanian guna ketersediaan kebutuhan pangan.
Langkah yang dilakukan pemerintah Papua Barat untuk mendukung ketahanan pangan yaitu melalui Gerakan Ketahanan Pangan (Gertak Pangan). Gerakan ini telah dimulai dengan lahan replanting sawit yang ada di Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, ditanami 2.000 bibit cabai.
Pemprov Papua Barat juga telah meluncurkan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di Distrik Aimas, Kabupaten Sorong seluas tiga hektar. "Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan akan diikuti oleh kabupaten lain di Papua Barat untuk terus memacu masyarakat menanam tanaman pangan pada lahan-lahan kosong," kata dia.