REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memuji Indonesia yang dinilai mampu mendorong dialog untuk mencari solusi saat menjadi presidensi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Ia berharap, KTT G20 dapat menjadi titik nol mencari solusi mengatasi permasalahan dan krisis saat ini. Karena, saat dunia sedang dalam perjalananan menuju neraka iklim, pertarungan geopolitik seperti Rusia dan Ukraina hingga krisis kesehatan global.
"(Diharapkan) KTT G20 akan menentukan apakah setiap anggota keluarga manusia kita memiliki kesempatan untuk hidup secara berkelanjutan dan damai, di bumi yang sehat," ujarnya saat ditemui di BICC Media Center, Senin (14/11/2022).
Kondisi global saat ini sedang menghadapi momen paling penting dan genting dalam beberapa generasi. Banyak orang yang terpukul dari segala arah, lantaran dihantam oleh perubahan iklim yang tak terkendali dan diperas oleh krisis biaya hidup.
Kondisi global saat ini juga dekat dengan titik kritis di mana kekacauan iklim bisa menjadi tidak dapat diubah. Diketahui tujuan dunia saat ini adalah membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat, namun harapan itu menurutnya semakin menjauh.
"Ilmu pengetahuan memberi tahu kita bahwa pemanasan global di luar batas itu menimbulkan ancaman eksistensial bagi semua kehidupan di bumi. Permasalahannya emisi global, dan suhu, terus meningkat," ungkapnya.
Guterres pun menyerukan agar ada pakta antara negara-negara terkaya dan termiskin di dunia untuk mempercepat peralihan penggunaan bahan bakar fosil ke sumber energi alternatif. Ia juga menyerukan agar penyaluran dana untuk membantu negara-negara miskin dilakukan lebih cepat, baik untuk mengurangi emisi atau untuk melindungi mereka dari dampak perubahan iklim yang tak terhindarkan.
"Pakta Solidaritas Iklim dapat menyelamatkan nyawa, mata pencaharian, dan planet kita. Ini dapat membantu mengakhiri ketergantungan pada bahan bakar fosil sambil menyediakan energi yang universal, terjangkau, dan berkelanjutan untuk semua," tegasnya.
Permasalahan lainnya saat ini yang dihadapi adalah negara berkembang tidak dapat mengakses keuangan yang mereka butuhkan untuk mengurangi kemiskinan dan kelaparan serta berinvestasi dalam pembangunan berkelanjutan. Oleh karenanya, Sekjen PBB mendesak negara-negara G20 untuk mengadopsi paket stimulus sustainable development (SDG) yang akan memberikan investasi dan likuiditas serta menawarkan keringanan dan restrukturisasi utang.
"Ini akan memungkinkan negara-negara berkembang untuk berinvestasi di bidang kesehatan, pendidikan, kesetaraan gender, dan energi terbarukan. Untuk berinvestasi pada orang-orang mereka dan menyelamatkan Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan," katanya.