REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pekerja migran yang membangun stadion Piala Dunia 2022 Qatar diduga mengalami diskriminasi, jam kerja yang panjang, kondisi kerja yang tidak menguntungkan, pencurian upah, dan pelanggaran lainnya karena majikan mereka menghindari tanggung jawab. Hal itu menurut laporan setebal 75 halaman yang diterbitkan pekan ini oleh sebuah organisasi yang berbasis di London Grup Equidem, Inggris.
Dilansir Marca, Selasa (15/11/2022), setelah pengawasan internasional yang ketat, Qatar telah menerapkan sejumlah reformasi perburuhan yang telah dipuji oleh Equidem dan organisasi hak asasi lainnya, meskipun para juru kampanye mengeklaim bahwa pelanggaran masih merajalela.
Namun, Qatar selalu membantah klaim bahwa keselamatan dan kesehatan 30.000 pekerja konstruksi yang membangun infrastruktur Piala Dunia berada dalam bahaya.
Ambet E Yuson, Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Internasional Bangunan dan Kayu, mengeklaim bahwa sementara pekerja lain di Qatar mungkin tidak memiliki tingkat perlindungan yang sama, pekerja migran yang dipekerjakan di proyek pembangunan Piala Dunia memilikinya.
Di tengah kekhawatiran tentang perlakuan terhadap hak-hak pekerja migran dan dampak Piala Dunia di Qatar terhadap lingkungan, beberapa kota di Prancis, termasuk Paris, tidak akan menyiarkan pertandingan Piala Dunia di layar besar di zona penggemar terbuka pada bulan November ini.