REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG, BALI - Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov tetap berada di ruangan ketika Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di KTT G20 pidato secara virtual. Pidato Zelenskyy termasuk dalam acara penting sesi pertama G20 yang dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo di Bali, Selasa (15/11/2022).
Zelenskyy, dalam pidato virtualnya meminta dukungan dari G19. Penyebutan G19 itu merujuk pada kelompok G20 tanpa Rusia.
"Kami meminta semua negara dan khususnya negara Anda, para pemimpin G19 yang terhormat untuk bergabung dengan inisiatif Ukraina untuk membantu yang termiskin dengan makanan," kata Zelenskyy menurut seseorang yang mengetahui sambutannya, dikutip laman Strait Times, Selasa.
Jumlah peserta yang hadir di ruangan dikatakan bervariasi selama sesi. Pada saat pidato presiden Ukraina, terlihat ruangan hampir penuh termasuk Lavrov tetap berada di ruangan tersebut. Lavrov yang hadir mewakili Presiden Rusia Vladimir Putin pun mengambil giliran untuk berbicara dan mengatakan harus menanggapi Zelenskiyy.
"Dia (Lavrov) mengulangi argumen Putin yang membenarkan invasi 24 Februari sebagai pertarungan dengan neo-Nazi di Ukraina," kata orang-orang yang mengetahui tentang pertemuan tersebut.
Ruangan sesi pembukaan juga penuh saat pidato Lavrov, tanpa adanya aksi walk out massal yang kerap dilakukan delegasi negara lain saat Rusia berbicara di acara internasional sebelumnya. Namun reaksi itu diredam di dalam ruangan dan menunjukkan bahwa para pemimpin dunia lainnya lelah dengan perang Rusia yang sekarang memasuki bulan kesembilan.
Negosiator untuk KTT G20 telah menyusun rancangan komunike yang mencakup bahasa yang mencatat sebagian besar anggota sangat mengutuk perang di Ukraina dan menekankan itu menyebabkan penderitaan manusia yang luar biasa. Namun deklarasi tersebut menghindari menyebutnya sebagai perang Rusia. Moskow menolak menyebut tindakannya sebagai invasi, melainkan "operasi militer khusus".
Invasi Rusia telah menggantung di sesi pertemuan para pemimpin G20. Seperti diketahui bahwa G20 didirikan pada 2008 untuk mengatasi krisis keuangan.
Namun potensi kebuntuan telah menimbulkan keraguan pada umur panjang blok tersebut, meskipun para perunding hampir mencapai kesepakatan tentang komunike. Komunike dipresdiknya akan berisi sinyal ketahanan dan kemenangan bagi tuan rumah Indonesia, yang telah berusaha untuk menjembatani ketegangan sebanyak mungkin.