Selasa 15 Nov 2022 17:23 WIB

Pancasila Dinilai Belum Dihadirkan Secara Serius

Lima sila yang terdapat dalam Pancasila itu dinilai sangat serius.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
 Pancasila Dinilai Belum Dihadirkan Secara Serius. Foto:  Ilustrasi Pancasila
Foto: Republika/Mardiah
Pancasila Dinilai Belum Dihadirkan Secara Serius. Foto: Ilustrasi Pancasila

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ma'mun Murod, mengatakan, kalau mau bicara dengan pendekatan kritis, problem keabangsan ini sesungguhnya karena tidak ada komitmen serius untuk menghadirkan Pancasila dalam kontek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila harus menjadi pijakan yang serius dalam berbangsa dan bernegara.

"Lima sila yang terdapat dalam Pancasila itu sangat serius, saya yakin kalau dihadirkan secara serius nilai-nilai yang ada di Pancasila itu persoalan-persoalan kebangsaan yang sekarang ada tidak akan hadir," kata Ma'mun saat Diskusi Media Road To Muktamar bertema Suksesi Kepemimpinan 2024 di Aula Lantai 6 Menara At Tanwir Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Selasa (15/11/2022).

Baca Juga

Menurut Ma'mun, contohnya sila pertama, susah dihadirkan secara serius. Ketika berbicara tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, berkaitan dengan syariat Islam. Di dalam syariat Islam ada hukum potong tangan, rajam dan lain sebagainya, padahal itu persoalan kecil dalam Islam.

Ia menegaskan, justru masalah yang serius ketika membuat kebijakan-kebijakan lain seperti undang-undang. Apakah undang-undang tersebut selaras dengan sila pertama dan kepentingan masyarakat. Selanjutnya sila kedua, sila ketiga dan sila keempat apakah dihadirkan secara serius.

"Persoalan kepolitikan kita, kalau ruh politik kita betul-betul semangatnya sama dengan sila keempat, itu tidak akan ada persoalan yang terjadi seperti sekarang ini," ujarnya.

Ma'mun mengatakan, kalau bicara masalah politik di Indonesia sekarang adalah oligarki yang sudah diteriaki di mana-mana. Oligarki sudah menjadi persoalan yang sangat serius dalam konteks politik di Indonesia.

Ia menyampaikan, oligarki politik dan oligarki ekonomi justru bisa menjadi hulu yang sangat serius penyebab rusaknya tatanan politik di Indonesia. Maslah lainnya adalah biaya politik mahal, orang yang ingin menjadi anggota DPR RI butuh biaya berapa.

Diskusi bertema Suksesi Kepemimpinan 2024 yang diselenggarakan Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah ini dihadiri Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN Eddy Soeparno, Wakil Ketua Umum PPP Asrul Sani, dan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristyanto.

Sekjen PAN Eddy dalam diskusi menyampaikan, PAN menginisiasi politik gagasan sebagai upaya mencegah meluasnya dampak negatif politik identitas. Alih-alih beradu gagasan, yang terjadi sekarang adalah politik yang saling merendahkan dan menjatuhkan.

"PAN berharap inisiatif politik gagasan ini bisa dipertimbangkan menjadi salah satu rekomendasi Muhammadiyah dalam pembahasan isu-isu politik dan keumatan menjelang Pemilu 2024," ujar Eddy.

Eddy mengatakan, dengan politik gagasan maka ruang publik diisi dengan perdebatan ide dan gagasan untuk Indonesia masa depan. PAN berharap Muhammadiyah bisa menjadi penyedia ruang publik yang akan menguji secara akademis ide-ide dan gagasan dari partai politik maupun para calon presiden.

Di diskusi yang sama, Wakil Ketua Umum PPP Asrul mengusulkan agar negara Indonesia perlu punya desain yang lebih jelas. Sementara, Sekjen PDI Perjuangan Hasto mengatakan, tidak perlu meragukan peran Muhammadiyah di negeri ini karena sejarah tidak meragukan Muhammadiyah.

"Bung Karno meneladani KH Ahmad Dahlan, Bung Karno sering ikut tabligh akbar KH Ahmad Dahlan, sehingga Bung Karno menemukan suatu esensi bagaimana perjuangan keagamaan melekat dengan perjuangan kebangsan," kata Hasto.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement