Rabu 16 Nov 2022 07:53 WIB

KTT G20 yang Menghidupkan Bali Kembali

Perekonomian Bali memang sangat bergantung dari sektor pariwisata.

Red: Indira Rezkisari
Pelajar Bali mengibarkan bendera negara anggota G20 saat kedatangan para pemimpin G20, di sepanjang jalan dekat bandara Internasional Ngurah Rai di Bali, Indonesia, 14 November 2022. KTT Kepala Negara dan Pemerintahan Kelompok Dua Puluh (G20) ke-17 akan diadakan di Bali mulai 15 hingga 16 November 2022.
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Pelajar Bali mengibarkan bendera negara anggota G20 saat kedatangan para pemimpin G20, di sepanjang jalan dekat bandara Internasional Ngurah Rai di Bali, Indonesia, 14 November 2022. KTT Kepala Negara dan Pemerintahan Kelompok Dua Puluh (G20) ke-17 akan diadakan di Bali mulai 15 hingga 16 November 2022.

Oleh : Indira Rezkisari*

REPUBLIKA.CO.ID, Perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi G20 membawa Bali hidup kembali. Masa sulit yang dialami Bali ketika pandemi memaksa perbatasan antarnegara ditutup seakan tak lagi tampak. Bali dan masyarakatnya merasakan kembali denyut jantung pulaunya yang hidup dari sektor pariwisata.

Saat menyambangi Bali untuk keperluan peliputan pada awal bulan November ini, saya teringat pembicaraan dengan sopir hotel yang mengantar saya menuju bandara. "Bagaimana, pak? Pariwisata Bali sudah kembali, ya?" tanya saya, dalam perjalanan dari kawasan Ubud ke Bandara I Gusti Ngurah Rai.

Baca Juga

"Kalau di Ubud belum 100 persen, bu. Mungkin baru 60 persen saja," jawabnya. Pak sopir namun buru-buru menambahkan, kedatangan wisawatan berapa pun jumlahnya disyukurinya. Pasalnya, kedatangan turis dalam dan luar negeri membuat ia kembali memiliki pekerjaan.

Seperti kebanyakan pekerja di Bali yang menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata, pandemi menghancurkan kehidupan mereka. Hotel, kafe, restoran, toko-toko, tempat wisata, terpaksa harus tutup. Pak sopir mengatakan, saat pandemi kawasan wisata Bali bak area mati tak berpenghuni.

Keriaan G20 yang terkonsentrasi di Nusa Dua pun turut membuat warga Bali merasakan dampaknya. Dampak positifnya salah satunya adalah dari segi pendapatan. Seperti perajin penjor hingga kerajinan lain yang banjir pesanan untuk kepentingan G20. "Itu tetangga saya sibuk terima pesanan penjor G20. Penjornya juga yang bagus. Kemarin pandemi jarang yang pesan penjor paling bagus," terang pak sopir.

Perekonomian Bali memang sangat bergantung dari sektor pariwisata. Saking besarnya sumbangan sektor tersebut ke daerahnya, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali bahkan kerap kali melebihi rerata pertumbuhan ekonomi nasional.

Perhelatan KTT G20 disebut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno berkontribusi pada ekonomi Bali yang tumbuh 8,1 persen pada kuartal III tahun 2022. "Ini adalah kemajuan dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 8,05 persen," kata Sandiaga, di sela-sela KTT G20 di Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11/2022). Ia berharap KTT G20 menjadi puncak pertumbuhan ekonomi Bali, yang juga akan didorong dengan liburan akhir tahun.

Pariwisata di Bali memang harus pulih. Alasannya, Pulau Dewata merupakan jantung pariwisata Indonesia dengan kontribusi sekitar 50 persen untuk sektor pariwisata Tanah Air. Pariwisata Bali menghasilkan devisa hampir 10 miliar dolar AS dari total devisa 18 miliar dolar AS.

Dikutip dari siaran pers Media Center G20, pandemi telah membuat perlambatan perekonomian di hampir seluruh belahan dunia sehingga

mempengaruhi masuknya kunjungan wisata asing ke Bali sejak 2020 hingga saat ini. Sektor pariwisata padahal menjadi lokomotif bagi pertumbuhan ekonomi Bali.

Pada 2020, ekonomi Bali mengalami kontraksi atau minus 9,31 periode dibanding periode tahun sebelumnya. Perlambatan tersebut semakin berkurang memasuki 2021, meski masih mencatat minus 2,47 persen. Baru memasuki 2022, pertumbuhan ekonomi mencatat kinerja positif.

Data Bank Indonesia memperlihatkan kunjungan wisatawan asing maupun lokal yang datang ke BI sekitar enam juta orang setiap tahunnya. Pada 2022, kunjungan wisatawan baru sepertiga dari kondisi normal atau sekitar 1,5 juta orang. Bila sebelumnya penerbangan secara langsung ke Bali ada 38, saat ini baru masuk sekitar 27 penerbangan. Pemulihan ini diperkirakan masih akan terus berlanjut.

Bila sedikit menarik mundur ke belakang, data mencatat pada tahun 2010 jumlah wisatawan asing yang masuk ke Bali sebanyak 2,57 juta. Lalu, tahun 2018 jumlahnya melesat menjadi 6,07 juta dan tahun 2019 meningkat jadi 6,27 juta. Ini merupakan angka tertinggi sepanjang satu dekade terakhir.

Baca juga : Presidensi G20 RI Dorong Restrukturisasi Utang Negara Miskin

Turis asing yang datang ke Indonesia tahun 2020 merosot tajam. Hanya 4 juta jiwa. Jumlah tersebut berkurang lagi menjadi 2 juta tahun 2021.

Jangan ditanya bagaimana parahnya kondisi ekonomi Bali setelah dihantam pandemi. Tahun 2020, Bali hanya menerima kunjungan 1,07 juta wisman. Ekonomi Bali hancur lebur.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran terbuka di Bali 2020 mencapai 5,63 persen. Angka tersebut jauh lebih buruk dari tahun 2019 yang sebesar 1,57 persen. Buruknya perekonomian di Bali tersebut tampak pada pertumbuhan ekonomi yang minus, sekaligus menjadi yang terburuk di Indonesia.

Tak salah bila berharap KTT G20 bisa mengembalikan kejayaan pariwisata di Bali. Berkat KTT G20, Sandiaga mengatakan tingkat okupansi atau hunian di Bali selatan melonjak signifikan. Dikutip dari Antara, Sandiaga menuturkan okupansi di kawasan Nusa Dua sudah mencapai 100 persen, sementara di kawasan sekitar Nusa Dua berada di atas 80 persen.

Baca juga : Anggota DPR Sebut Poin-Poin Strategis yang Bisa Disepakati di KTT G20

Sedangkan di kawasan Bali Selatan tingkat okupansi berada di angka 70 persen. Sandiaga turut menyampaikan bahwa tingkat okupansi di wilayah Bali lainnya seperti Bali Utara, Bali Barat, dan Bali Timur juga mengalami peningkatan. Katanya, KTT G20 tidak hanya dirasakan di Nusa Dua tapi juga di seluruh Bali.

KTT G20 juga berdampak positif terhadap ekosistem pariwisata dan ekonomi kreatif. Hal itu terlihat dari meningkatnya penyewaan kendaraan, melonjaknya penjualan UMKM, hingga terciptanya lapangan kerja baru. "Penyewaan kendaraan juga sangat penuh, UMKM terbantukan penjualannya naik dua sampai tiga kali lipat dan lapangan kerja juga tercipta, dan ini bagian dari penciptaan 1,1 juta lapangan kerja baru di tahun ini di sektor pariwisata," ujar Sandiaga.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam konferensi pers awal bulan ini mengatakan, rangkaian acara G20 turut meningkatkan geliat ekonomi Bali. Contohnya, dari Agustus hingga akhir September, ada sekitar 15 kali ministerial meeting. Dari sisi trafik sudah terlihat peningkatan lebih dari 70 persen dari trafik sebelumnya dalam segi transportasi.

"Dampaknya di Bali kita belum melihat betul PDRB-nya (Produk Domestik Regional Bruto). Tapi dari transportasi, traffic di Bali sudah confirm, tingkat hunian juga melebihi pra pandemi. Demikian juga sektor pendukung side event," katanya.

Baca juga : Presiden Ukraina Sampaikan Formula Perdamaian Dunia di KTT G20

Kontribusi KTT G20 diperkirakan bisa mencapai 533 juta dolar AS atau atau sekitar Rp7,4 triliun pada produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Ia mengatakan, total ada 438 kegiatan di 25 kota di Indonesia dengan berbagai tingkatan level pertemuan.

Seluruh rangkaian itu baik di main event maupun di side event Presidensi G20 mampu menyerap tenaga kerja hingga 33 ribu pekerja. Terutama dari sektor transportasi, akomodasi, MICE dan UMKM karena di setiap kegiatan selalu melibatkan UMKM. “Kalau dibandingkan dengan annual meeting pada tahun 2018 lalu, manfaat nyata bisa 1,5 hingga 2 kali lipat bahkan lebih,” jelasnya.

Sedang Staf Ahli Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Kemaritiman Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nyoman Shuida menyatakan G20 memberikan dampak maksimal dan langsung bagi masyarakat. Seperti peningkatan wisatawan mancanegara hingga 1,8 juta–3,6 juta dan juga 600 ribu–700 ribu lapangan kerja baru ditopang kinerja bagus sektor kuliner, fesyen, dan kriya.

Semoga gegap gempita KTT G20 tetap berlanjut di Bali meski acaranya sudah selesai. Bukan semata demi gengsi negara, melainkan juga demi masyarakat Bali yang harus merajut kehidupannya kembali pascakehadiran virus corona.

Saat ke Bali di awal November itu saya teringat pula percakapan dengan seorang warga Bali yang dirumahkan enam bulan karena hotelnya harus tutup. Kala itu, katanya, hidup seakan tak menentu. Mencari pekerjaan lain juga tidak bisa dilakukannya karena memang tidak ada lowongan pekerjaan dibuka.

Baca juga : Hadirkan Showcase 5G di KTT G20, Telkomsel Tunjukkan Potensi Teknologi Digital Indonesia

Cerita warga Bali yang saya temui di Ubud itu, bahkan katanya monyet-monyet Monkey Forest saat periode lockdown kemarin sampai harus keluar hutan. "Mereka kelaparan, karena tidak ada tamu datang yang biasanya suka membeli penganan untuk monyet," ujarnya. "Hidup mereka susah, sama seperti kita yang kemarin tidak bekerja selama pandemi," sambung dia.

Karena itu KTT G20 harus memberi manfaat bagi bangsa ini. Menurut Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) pada masa pandemi 2021 tingkat keterisian kamar hotel hanya sekitar 20 persen. Kini angkanya sudah menyentuh kisaran 70 persen. Serapan tenaga kerja di sektor pariwisata, khususnya hotel, disebutnya sudah mencapai sekitar 80 persen terhadap para pekerja yang saat masa pandemi dirumahkan.

Usai KTT G20 namun masih ada bayangan krisis ekonomi global. Karena itu kerja pemerintah untuk meningkatkan capaian turis domestik berwisata dalam negeri harus digiatkan. Bila Bali akan lebih sulit diakses turis luar negeri karena bayangan pelemahan ekonomi global, maka pelaku wisata dalam negeri bisa diupayakan jadi tumpuan.

Berwisata di dalam negeri bisa menjadi sebuah aksi nasionalisme. Karena tindakan tersebut adalah bagian dari ekonomi kerakyatan bangsa Indonesia. Dari kita, untuk kita, demi kita.

*Penulis adalah jurnalis Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement