Rabu 16 Nov 2022 09:25 WIB

Pengelola PLTU Jawa 9-10 dan PLNE Studi Bersama Kurangi Emisi 

Hasil studi akan dipresentasikan kepada Ditjen EBTKE Kementerian ESDM.

Rep: Antara/ Red: Satria K Yudha
PLTU Suralaya.
Foto: PLN
PLTU Suralaya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengelola PLTU Jawa 9 dan 10, PT Indo Raya Tenaga (IRT) melakukan komitmen studi bersama dengan PT Prima Layanan Nasional Enjiniring (PLNE), anak usaha PLN. Kerja sama itu untuk menurunkan emisi pembangkit dan mengurangi polusi udara. 

Direktur Coorporate Planning & Business Development PLN Hartarto Wibowo mengatakan, kerja sama studi antara PLNE dengan IRT bertujuan mendorong penggunaan energi primer amonia hijau sebanyak 60 persen untuk bahan bakar PLTU.

 

"Kami harap studinya menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Ini akan menjadi cara kita agar coal power plant pun akan lebih ramah lingkungan," kata dia dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (15/11/2022). 

 

Menurut dia, penggunaan energi primer amonia hijau menjadi salah satu opsi untuk menurunkan emisi karbon di PLTU. Opsi ini akan melengkapi teknologi Selective Catalytic Reduction (SCR) yang dapat mendorong upaya dekarbonisasi dari pembakaran batu bara.

 

Kerja sama studi ini untuk mencari kemungkinan adanya pemanfaatan energi primer amonia hijau untuk melengkapi proses pengurangan emisi karbon, mengingat PLTU Jawa 9&10 sudah dilengkapi dengan teknologi SCR.

 

Studi kelayakan terkait pemanfaatan energi primer green amonia di PLTU Jawa 9&10 diharapkan dapat membuahkan hasil dalam tiga bulan kedepan. Setelah itu, hasilnya dipresentasikan ke Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM). “Ini semua untuk hidup yang lebih renewable," kata Hartarto.

 

Direktur Jenderal EBTKE Dadan Kusdiana mengatakan, upaya pengelola PLTU Jawa 9&10 untuk melakukan teknologi SCR dengan amonia hijau menjadi opsi yang serius untuk mengurangi emisi karbon.

 

"Tidak ada yang salah dengan batu bara, karena sebagai produk ia bermanfaat. Hal yang kita hindari adalah batubara itu ujungnya ada C02. Karena itu kita harus cari cara bagaimana agar emisinya bisa berkurang atau terserap," katanya.

 

Ia mengatakan upaya dekarbonisasi ini juga menjadi jalan secara bertahap untuk mendorong pelaksanaan kebijakan nol emisi karbon dan pengurangan PLTU batu bara secara bertahap. “Seluruh alternatif kita jalani, arahnya bagaimana caranya kita meredam CO2. Ujungnya tidak ada CO2 yang keluar," kata Dadan.

 

PLTU Jawa 9&10 merupakan salah satu pembangkit ultra super critical di Indonesia karena memasang peralatan pengontrol emisi terlengkap untuk mengurangi polusi udara dengan adanya Flue Gas Desulfurization, Electro-Static Precipitator, Low NOx burner, dan SCR.

 

Penggunaan CSR pada PLTU bersamaan dengan Low NOx burner secara signifikan akan menurunkan kadar nitrogen oksida dan nitrogen dioksida, yang membuka kemungkinan lebih banyak pembakaran amonia hijau dibandingkan batu bara di dalam PLTU.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement