Rabu 16 Nov 2022 12:07 WIB

Tahun Lalu, Israel Membuang Makanan Senilai 6,2 Miliar Dolar AS

Israel adalah negara yang terburuk dalam memberlakukan solusi limbah makanan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Sampah makanan (ilustrasi)
Foto: Freepik
Sampah makanan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Hampir 37 persen dari produksi makanan Israel dengan nilai sekitar NIS 21,3 miliar atau 6,2 miliar dolar AS, terbuang sia-sia tahun lalu. Lembaga non pemerintah yang menyediakan kesejahteraan dan bantuan makanan untuk warga Israel, Leket mengungkapkan, separuh dari 2,6 juta ton makanan yang terbuang dapat diselamatkan dan layak untuk dikonsumsi manusia.  

Laporan yang diterbitkan dalam kemitraan dengan Kementerian Perlindungan Lingkungan itu menunjukkan, dibandingkan dengan 18 negara maju lainnya, Israel adalah negara yang terburuk dalam memberlakukan solusi limbah makanan. Israel menerapkan alat kebijakan paling sedikit untuk memberantas limbah makanan.

Baca Juga

"Israel menempati peringkat terendah di antara negara-negara dengan kebijakan penyelamatan pangan sebagai bagian dari perjuangan melawan kenaikan biaya hidup, dan mengadopsi kebijakan penyelamatan pangan yang komprehensif," kata editor laporan tersebut, Chen Herzog, dilaporkan Middle East Monitor, Selasa (15/11/2022).

Herzog mengatakan, menyelamatkan 20 persen dari makanan yang saat ini terbuang akan menutup seluruh kesenjangan kerawanan pangan di Israel. Langkah ini hanya menelan biaya NIS 1,1 miliar atau 314 juta dolar AS.

Menteri Perlindungan Lingkungan Israel, Tamar Zandberg mencatat bahwa laporan tersebut diterbitkan saat para pemimpin dunia berkumpul untuk konferensi iklim COP27 yang berlangsung di resor Sharm El Sheikh, Mesir. Dia mengatakan, penyelamatan makanan dan meminimalkan limbah makanan adalah tindakan penting yang perlu diambil untuk melestarikan ketahanan lingkungan, sosial, dan ekonomi Israel.

"Sangat penting bahwa Negara Israel menjembatani kesenjangan untuk menyelaraskan dengan negara-negara OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) lainnya dalam menangani masalah limbah dan penyelamatan makanan," ujar Zandberg.

CEO Leket, Gidi Kroch mengaku tidak kaget dengan hasil tersebut.  Dia mengkritik fakta bahwa peringatan sebelumnya oleh Leket telah diabaikan setiap tahun.  Laporan tersebut muncul setelah tahun lalu Leket mengungkapkan bahwa 25 persen keluarga Israel mengalami kerawanan pangan. Studi tersebut juga menemukan bahwa 633.000 keluarga di Israel tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari.

“Keuntungan terbesar penyelamatan pangan adalah kemampuan tidak hanya menutup seluruh kesenjangan kerawanan pangan di Israel dengan biaya seperempat, tetapi juga memastikan pemanfaatan sumber daya alam dan pencegahan limbah yang lebih besar,” kata Kroch. 

Kroch mengatakan, penyelamatan makanan membantu mengurangi emisi gas dan polutan. Aksi ini juga dapat memperkuat perang melawan krisis iklim global.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement