Kamis 17 Nov 2022 05:05 WIB

Jangan Sampai Menyadari Nikmat Allah Ketika Nikmat Itu Telah Hilang

Syekh Ibnu Athaillah mengingatkan agar manusia bisa mensyukuri nikmat Allah SWT.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi. Jangan Sampai Menyadari Nikmat Allah Ketika Nikmat Itu Telah Hilang
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ilustrasi. Jangan Sampai Menyadari Nikmat Allah Ketika Nikmat Itu Telah Hilang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengingatkan agar manusia bisa mensyukuri nikmat dari Allah SWT. Jangan sampai nikmat dari Allah SWT baru terasa dan disyukuri ketika nikmat itu telah hilang.

"Barang siapa yang tidak mampu mengenal keberadaan nikmat, maka ia akan mengenal ketika nikmat itu menghilang." (Syekh Athaillah, Al-Hikam)

Baca Juga

Penyusun dan Penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017 menjelaskan maksud Syekh Athaillah mengenai nikmat yang baru terasa ketika Allah SWT mencabut nikmat itu.

Jika kamu mendapatkan berbagai kenikmatan dari Allah SWT, seperti nikmat mendapatkan harta, kesehatan, keluarga, dan lain sebagainya, tapi kamu tidak mensyukurinya, maka kamu akan menyesalinya ketika semuanya hilang dari genggaman kamu.

Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam Alquran al-Karim bahwa barang siapa yang mensyukuri nikmat-Nya maka Dia akan menambahnya. Barang siapa yang mengingkari-Nya, maka azab-Nya sangat pedih.

Sebagai contoh, ketika kamu memiliki kendaraan sepeda motor, kamu belum mengenal nilainya, sehingga kamu lalai bersyukur, bahkan mengharapkan yang lebih baik lagi yaitu mobil. Namun, ketika sepeda motor kamu rusak, sehingga kamu harus berjalan kaki sejauh beberapa kilometer, maka kamu akan merasakan nikmatnya sepeda motor. Bahkan, kamu akan mengharapkan sesuatu yang lebih rendah tingkatannya, misalnya sepeda. Asalkan Anda tidak berjalan kaki, mengayuh pun tidak ma­salah.

Penyesalan selalu berada di akhir peristiwa. Sedangkan nikmat baru terasa ketika tiada. Ingatlah hal itu baik-baik, dan jangan lupa untuk selalu bersyukur.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement